Reporter: Dyah Megasari |
JAKARTA. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menyebabkan angkutan umum mati.
Salah satu alasan kemungkinan angkutan umum bisa mati, kata Djoko, adalah ketidakmungkinan operator angkutan umum bisa memberikan pelayanan prima, khususnya bila penumpang hanya mampu membayar Rp 2.000-Rp 3.000 per sekali jalan.
Di sisi lain, jika operator angkutan umum menaikkan harga maka tentu saja akan memberatkan masyarakat. Otomatis masyarakat akan memilih untuk menggunakan transportasi pribadi seperti sepeda motor yang kini juga semakin murah diperoleh.
Sementara transportasi publik cenderung ditinggalkan karena semakin tidak terurus dan memerlukan waktu untuk sampai di tempat tujuan beraktivitas.
"Usai kenaikan harga BBM bersubsidi, hal itu bisa menyebabkan angkutan umum di perkotaan mati. Seharusnya pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah bisa mengambil alih (take over) angkutan umum tersebut," kata Djoko kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (4/7/2013).
Djoko menilai keberpihakan pemerintah saat ini sedang dipertaruhkan, apakah akan mendukung industri otomotif yang saat ini terus menggelar mobil murah atau malah memberikan subsidi atau insentif bagi angkutan umum.
Tentu industri otomotif ingin terus tumbuh dengan harapan masyarakat mau membeli mobil murahnya. Namun di sisi lain, mobil murah ini tentu saja akan menimbulkan kemacetan baru karena infrastruktur jalan di perkotaan juga hanya mengalami pertumbuhan tipis, bahkan cenderung stagnan.
"Seharusnya kepala daerah mau menata transportasi umumnya setelah ada kebijakan kenaikan harga BBM ini. Masyarakat tentu saja akan mengalami kesusahan karena harus mengeluarkan ongkos ganda untuk transportasi dalam beraktivitas," tambahnya.
Djoko melihat beberapa kota saat ini, seperti di kota Mamuju, ibukota provinsi Sulawesi Barat sudah tidak dilayani angkutan umum. Para pelajar di sana justru sudah terbiasa menggunakan sepeda motor ke sekolah, meski tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Di kota lain, angkutan umum sedang menunggu waktu untuk punah. Subsidi merupakan hal lazim terjadi di negara maju. Mau tidak mau, angkutan umum harus mendapat subsidi. Tanpa subsidi, kita tidak akan mendapatkan suatu sistem angkutan umum yang baik," jelasnya.
Djoko mengutip pernyataan Enrico Penalosa, mantan walikota Bogota Kolombia. Sebuah negara yag maju bukanlah tempat dimana warga miskin bisa punya mobil. Melainkan ketika warga yang sudah kaya pun mau menggunakan transportasi umum untuk beraktivitas sehari-hari. (Didik Purwanto/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News