Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anjloknya harga batubara saat ini tak lagi menjadi pemicu maraknya akuisisi lahan tambang. Pelaku usaha lebih memilih menjaga kondisi keuangan agar mampu bertahan di tengah tekanan pandemi covid-19.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan, secara teori, merosotnya harga dan pasar batubara saat ini biasanya menjadi momentum yang tepat untuk melaksanakan agenda akuisisi tambang. Alasannya, seiring tren penurunan harga batubara, maka valuasi tambang yang akan diakuisisi akan ikut merosot.
Namun dengan adanya pandemi covid-19 yang menekan industri batubara, perusahaan besar sekali pun akan berpikir lagi untuk gencar melakukan akuisisi. Sebab, menjaga keseimbangan alur kas (cash flow) saat ini sangat lah penting untuk bisa bertahan dari tekanan masa pandemi.
"Jadi kembali lagi pada perusahaan masing-masing dengan melihat alur kas mereka sendiri di masa pandemi ini. Apalagi, industri batubara masih diliputi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 dan lemahnya harga batubara," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (30/9).
Berdasarkan informasi yang sampai ke APBI, aksi akuisisi tambang tampaknya masih akan sepi untuk tahun ini. "Jadi sejauh ini tidak dapat dikatakan marak meskipun dengan kondisi harga saat ini ada perusahaan-perusahaan yang mungkin tidak sanggup untuk meneruskan kegiatannya," sebut Hendra.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo. Menurutnya, bisa jadi ada banyak pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang sebenarnya ingin menjual tambangnya lantaran tidak mampu bertahan di tengah anjloknya harga batubara.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA): Gasifikasi batubara bisa bantu menekan impor LPG
Namun, perusahaan lain cenderung akan mengerem ekspansi lantaran proyeksi bisnis batubara yang masih tidak menentu. Sebab, menambah jumlah tambang malah membuat biaya semakin membengkak. "Saya tidak melihat akan munculnya marak jual beli tambang. Apalagi proyeksi industri perdagangan batubara ke depan yang tidak menjanjikan satu perusahaan untuk memiliki banyak tambang," sebut Singgih.
Sejumlah perusahaan batubara raksasa pun lebih memilih untuk mengerem ekspansi di tahun ini. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) misalnya, menegaskan bahwa pihaknya tidak ada rencana untuk melakukan akuisisi terhadap aset baru.
Direktur BUMI Dileep Srivastava mengatakan, induk usaha dari PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia ini lebih memilih fokus mempertahankan kinerja operasional dan juga efisiensi untuk mengurangi biaya. "Juga mengelola ketidak pastian dalam lingkungan yang dipengaruhi pandemi saat ini dan pembayaran utang," kata Dileep kepada Kontan.co.id, Rabu (30/9).
Hal senada juga disampaikan oleh Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Febriati Nadira. Kata dia, saat ini ADRO lebih memilih untuk fokus mengembangkan aset-aset pertambangan batubara yang sudah dimiliki. "Dan menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan," kata Nadira.
Pandangan yang berbeda disampaikan oleh PT ABM Investama Tbk (ABMM) yang masih membuka peluang untuk melakukan akuisisi tambang di tahun ini. Direktur ABMM Adrian Erlangga menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih mencari tambang yang tepat untuk menambah cadangan yang terus terdeplesi.
Menurut Adrian, ada pandemi covid-19 atau tidak, sejatinya tidak berpengaruh terhadap agenda akuisisi tambang seandainya perusahaan menilai perlu. Baginya, akuisisi tambang lebih bergantung pada kesesuaian lahan tambang yang diinginkan dengan kesepakatan yang bisa terjalin saat transaksi.
"Tidak ada waktu yang tepat untuk mencari tambang, yang ada adalah transaksi yang tepat. Transaksi pembelian dapat dilakukan kapan pun," pungkasnya.
Selanjutnya: Harga komoditas tertekan, kinerja keuangan anak usaha MIND ID merosot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News