kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Antisipasi 2014, pengembang genjot proyek rumah


Kamis, 31 Januari 2013 / 09:15 WIB
Antisipasi 2014, pengembang genjot proyek rumah
ILUSTRASI. Kacang almond


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Proyek perumahan nampaknya bakal lebih semarak tahun ini. Maklum, pengembang properti akan menggenjot proyek-proyek  perumahan mereka pada tahun ini. Hal ini untuk mengantisipasi penurunan penjualan di tahun "politik" 2014.

Seperti dikektahui, tahun depan, Indonesia akan menggelar pemilu yang diikuti dengan pemilihan presiden. Ada kekhawatiran kondisi politik menjadi tidak stabil di 2014.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo memprediksi, penjualan bisa merosot hingga 30% pada 2014. "Makanya, tahun ini pengembang berlomba-lomba membangun rumah," ujarnya, dalam seminar "Prospek Bisnis Properti 2013 di Tengah Langkah Pembenahan Birokrasi" di Jakarta, Rabu (30/1).

Tahun ini, Apersi berencana membangun 100.000 unit rumah bersubsidi, plus 40.000 unit rumah non subsidi. Padahal, tahun lalu Apersi hanya mampu menjual 40.000 unit rumah subsidi, dari target semula 80.000 unit.

Eddy bilang, tahun lalu, target tidak tercapai lantaran banyak regulasi yang menghambat. Sebut saja, peraturan mengenai batas harga Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dan luas lantai tipe 36.

Belakangan, batas harga FLPP dinaikkan dan peraturan mengenai luas lantai dihapus. Makanya, Eddy meyakini, tahun ini prospek properti masih tetap bagus. "Dengan catatan tidak ada perubahan regulasi lagi," sebutnya.

Selain itu, kata Eddy, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) juga bakal bisa menaikkan daya beli masyarakat.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Setyo Maharso tidak kalah optimistis. Dia bilang, tahun ini, REI berencana membangun 450.000 rumah.

Optimisme pengembang bukan tanpa alasan. REI mencatat, angka backlog (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan yang dibutuhkan) masih sangat tinggi, yaitu 13,6 juta unit di 2010, dan terus bertambah menjadi 15 juta unit saat ini.

Masalahnya, kata Setyo, 60% masyarakat berpenghasilan rendah berasal dari sektor informal. Padahal bank masih pelit mengucurkan pembiayaan bagi sektor informal.

Nah, salah satu cara mengurangi angka backlog adalah dengan menggandeng bank untuk memberi penyalurkan pembiayaan. Saat ini REI baru bekerja sama dengan satu bank yaitu BTN. "Pada Februari, kami akan meneken MoU dengan dua bank lagi, yaitu BNI dan BRI Syariah," ujar Setyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×