Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) mencermati beberapa poin sebelum Badan Layanan Umum (BLU) batubara menjalankan fungsinya. Adapun saat ini pembentukan BLU batubara terus berjalan dan kabarnya hampir selesai.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, BLU pada dasarnya dibentuk untuk kepentingan permasalahan pasokan batubara untuk kelistrikan.
Namun, tiba-tiba di tengah jalan pemerintah akan mengikutkan industri lain seperti semen, tekstil, dan lainnya untuk juga mendapatkan iuran dari BLU batubara itu.
“Ini yang APBI minta untuk dikaji kembali mengenai dimasukannya pasokan batubara ke industri non kelistrikan, tidak termasuk smelter, dalam cakupan BLU batubara,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (21/7).
Lebih lanjut, Hendra melihat, industri-industri pengguna batubara di luar non-kelistrikan misalnya saja semen, kertas, tekstil, dan lainnya produknya sebagian besar diekspor.
“Padahal, pemahaman kami perlunya industri batubara untuk menunjang industri kelistrikan karena semua hasil produksinya untuk kepentingan dalam negeri,” terangnya.
Baca Juga: Pembentukan BLU Batubara Tak Kunjung Rampung
Hendra mengatakan, pelaksanaan BLU batubara butuh dipercepat karena ini dianggap sebagai solusi yang permanen. Namun, sebelum BLU menjalankan fungsinya, pemerintah harus mengkaji beberapa hal, seperti skema harga dan transparansi karena melibatkan dana yang besar.
Tidak hanya itu, ketepatan pengaturan dana kompensasi harus juga dilakukan secara cepat karena jangan sampai persoalan ini mengganggu arus kas perusahaan batubara.
“Hal-hal teknis ini yang kita minta agar secara matang dikaji. Kami berharap dilakukan sosialisasi melibatkan pelaku usaha, produsen batubara yang terkena kewajiban domestic market obligation (DMO),” tegasnya.
Namun sejatinya, APBI tetap menerima hasil kebijakan pemerintah. “Kami tidak bisa menolak kalau kebijakan sudah dilaksanakan,” kata Hendra.
Di lain pihak, Ketua Dewan Pengarah dan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Rizal Kasli memaparkan, saat ini memang harga batubara di pasar internasional mencapai harga yang sangat tinggi mencapai lebih dari US$ 300 per ton.
Sementara harga domestik untuk pemenuhan DMO harganya berkisar US$ 70 per ton untuk kelistrikan dan US$ 90 per ton untuk industri semen dan pupuk.
Adapun pengaturan tersebut sudah diaplikasikan dalam pemenuhan DMO dengan keputusan Menteri ESDM Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Jual Batubara untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku/Bahan Bakar Industri Semen dan Pupuk di Dalam Negeri.
“Artinya pemerintah dengan ketentuan tersebut juga telah memberikan subsidi harga batubara kepada industri domestik. Disparitas harga jual batubara antara domestic dan luar negeri cukup besar gapnya,” jelasnya saat dihubungi terpisah.
Kendati demikian, menurut Perhapi, BLU belum tepat untuk saat ini dan perlu kajian yang mendalam terlebih dahulu. Rizal bilang, pemerintah jangan merespon masalah kekurangan supply batubara untuk dalam negeri dengan segera membuat instrumen baru yang belum tentu efektif dalam menyelesaikan masalah.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Proses Pembentukan BLU Batubara Masih Berlangsung
“Untuk pemenuhan DMO langkah Dirjen Minerba di awal tahun ini cukup efektif dalam menyikapi kelangkaan batubara di dalam negeri. Artinya bahwa pengawasan dan penegakan hukum harus dilakukan dengan baik dan tegas,” ujarnya.
Rizal menjelaskan lebih lanjut, bagi perusahaan yang sesuai komitmen untuk DMO harus memenuhi kewajibannya. Pengawasan pemenuhan tersebut harus dilakukan per-minggu atau per-bulan agar tidak berlarut-larut. Dia menegaskan, jangan menunggu akhir tahun baru dilakukan rekonsiliasi.
Lantas, bagaimana untuk perusahaan yang kualitas atau kalorinya tidak sesuai spesifikasi dalam negeri? Rizal memaparkan, mereka tetap diberikan kewenangan untuk mengekspor batubara produksinya untuk peningkatan devisa Negara.
“Namun, pemberlakuan pungutan Dana Kompensasi dapat dilakukan terhadap perusahaan tambang batubara yang seperti itu. Dana tersebut langsung masuk ke Kas Negara lewat mekanisme PNBP. Tidak perlu Badan Khusus untuk menampung dana tersebut,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News