kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APBI: Perusahaan batubara tak mengubah target produksi


Selasa, 09 Juli 2019 / 18:02 WIB
APBI: Perusahaan batubara tak mengubah target produksi


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka pengajuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Revisi tersebut memberikan kesempatan bagi produsen batubara yang ingin mengubah target produksi hingga akhir tahun ini.

Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memprediksi revisi RKAB tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap volume produksi pemegang izin pemerintahan pusat.

Pasalnya, kata Hendra, kondisi pasar dan harga batubara saat ini masih belum kondusif untuk melakukan ekspansi produksi.

"Perusahaan banyak yang konservatif melihat pergerakan harga. Saya kira kalau yang (pemegang izin) pusat tampaknya tidak akan mengubah target produksi," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Selasa (9/7).

Apalagi, Hendra mengatakan tren penurunan harga batubara berpotensi untuk berlanjut pada Semester II-2019. "Sulit memprediksi (harga), tapi belum terlihat sentimen positif," imbuhnya.

Senada dengan apa yang disampaikan Hendra, sejumlah produsen batubara kelas jumbo juga mengatakan bahwa pihaknya tidak berminat untuk mengubah target produksi. Setidaknya, hal itu disampaikan oleh tiga perusahaan dengan produksi batubara terbesar di tanah air.

Direktur Independen Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, pihaknya masih fokus untuk mengejar target produksi sebesar 88 juta hingga 90 juta ton untuk tahun 2019.

Jumlah produksi sebesar itu merupakan gabungan dari kedua anak usaha Bumi Resources, masing-masing sekitar 60 juta ton untuk PT Kaltim Prima Coal, dan 28 juta ton untuk PT Arutmin Indonesia.

"Dari kita tidak ada perubahan, sesuai rencana produksi antara 88 juta-90 juta ton," ungkap Dileep saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (9/7).

Begitu juga dengan Adaro Energy. Head of Corporate Communications Adaro Febriati Nadira mengatakan, pihaknya optimistis bisa mencapai target yang telah ditetapkan.

Sembari mempertahankan efisiensi dan keunggulan operasional di tengah kondisi pasar dan tren penurunan harga yang terjadi saat ini.

"Produksi masih 54 juta-56 juta ton. Kita masih optimistis bisa mencapai panduan yang ditetapkan di tahun 2019," kata Nadira.

Tak jauh beda, Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo menyampaikan, pihaknya masih berupaya untuk mengejar target produksi yang telah ditetapkan untuk anak usahanya. Yakni untuk PT Kideco Jaya Agung sebesar 34 juta ton, dan untuk PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebesar 1,5 juta ton.

Hingga Mei, kata Leonardus, Kideco sudah memproduksi 13,6 juta ton. Sementara produksi MUTU sudah mencapai 600.000 ton batubara.

"Sejauh ini volume produksi batubara Indika Energy Group sesuai dengan target Perusahaan. Jadi kami tetap berfokus pada target yang telah ditetapkan sebelumnya," ungkap Leonardus.

Namun, berbeda dengan produsen pemegang izin pemerintah pusat, Hendra Sinadia masih sulit memperkirakan produksi dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah.

Apalagi, dibandingkan realisasi tahun lalu, separuh dari kuota produksi IUP daerah pada awal tahun ini sudah dipotong oleh Kementerian ESDM.

Hal itu lantaran pada tahun 2018 pemenuhan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) yang tidak sesuai target. "Jadi kita nggak bisa monitor kalau di sana (IUP daerah). Saya belum tahu perkembangan di daerah bagaimana merespon kondisi industri batubara saat ini," ujar Hendra.

Yang jelas, Hendra meminta supaya pemerintah daerah dan Kementerian ESDM bisa berhati-hati dalam menentukan kuota produksi. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari oversupply yang berdampak terhadap harga.

"Dengan kondisi saat ini, saya kira pemerintah juga perlu berhati-hati (menentukan kuota produksi)," tandas Hendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×