Reporter: Agung Hidayat | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kencangnya perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS), membuat negeri tirai bambu berencana mengalihkan industri manufakturnya ke Asean. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sempat mengemukakan bahwa China cukup tertarik untuk investasi di beberapa sektor seperti tekstil, garmen, alas kaki, kimia dan otomotif di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebutkan bahwa kemungkinan itu ada, namun realisasinya tergantung iklim investasi di Indonesia. Sebab Indonesia harus bersaing dengan negaa seperti Vietnam dan lainnya yang lebih unggul dari segi upah ketenagakerjaan, perpajakan, infrastruktur serta insentif fiskal.
Selain itu investasi asing alangkah baiknya dipasangkan dengan mitra lokal. "Bagaimana agar pengusaha (lokal) bisa ambil peluang dengan bermitra jadi jangan biarkan asing masuk sendiri," ungkap Shinta kepada Kontan.co.id, Rabu (12/6).
Menurut pengamatan Shinta beberapa investasi China sejak awal tahun ini sudah ada beberapa yang masuk, hanya saja ia tidak menerangkan lebih rinci detilnya. Namun beberapa sektor yang dipandang menarik bagi China, katanya, meliputi, Sektor-sektor yang menciptakan raw materials (sektor pertambangan) & intermediate goods untuk mendukung industri manufaktur di China sendiri.
Lalu industri padat karya yang tidak bisa bertahan di China karena biaya pekerja yang semakin tinggi di China, juga karena profit margin yang tergerus trade war, untuk itu sektor garmen dan alas kaki menjadi pertimbangan tersebut. Selain itu masih ada beberapa sektor lainnya seperti konstruksi dan infrastruktur, serta telekomunikasi dan energi terbarukan.
Meskipun sektor-sektor di atas berpotensi, kata Shinta, kemungkinan animo investasinya belum besar dan belum banyak terjadi dalam waktu dekat ini. "
Karena mood retaining investment di sisi China sepanjang trade war. Selain itu, perlu diingat bahwa posisi Indonesia di radar overseas investment China more or less ada di second tier dibanding Vietnam, Malaysia & Thailand karena iklim investasi Indonesia dianggap masih kurang welcoming," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News