kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APJII siap layangkan gugatan uji materi UU PNBP


Senin, 01 Juli 2013 / 13:49 WIB
APJII siap layangkan gugatan uji materi UU PNBP
ILUSTRASI. Cek & Klaim Kode Redeem FF Masih Aktif Januari 2022, Cepat Ambil Sekarang!


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memastikan akan mendaftarkan gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Juli 2013 nanti.

UU tentang PNBP dinilai telah bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 karena tidak menjelaskan detail besaran pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP Jastel) dan Universal Service Obligation(USO).

Sekretaris Jenderal APJII, A Sapto Anggoro, mengatakan, sesuai dengan UUD 1945 seluruh pungutan resmi harus dilakukan berdasarkan UU.

Namun, faktanya khusus untuk PNBP sektor Telekomunikasi dasarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Ketentuan pentarifan BHP dan USO adanya malah di PP bukan di UU. Hal ini menjadi tidak jelas dan pungutan yang dilakukan menjadi tidak berkekuatan hukum tetap," ujarnya kepada Kontan, Senin (1/7).

Seperti diketahui, UUD 1945 amandemen pasal 23A disebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur lewat UU.

Artinya bahwa setiap pungutan yang bersifat memaksa adalah lewat undang-undang, bila tidak maka pungutan yang dilakukan bersifat ilegal. "Gugatan uji materi akan didaftarkan ke MK sebelum lebaran tahun ini atau pada akhir Juli atau awal Agustus," ujarnya.

Menurut Sapto, pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan kebijakan pungutan negara dalam bentuk BHP Jastel dan USO. BHP dan USO sendiri ditetapkan pemerintah salah satunya untuk mendukung pembangunan di daerah tertinggal khususnya terkait fasilitas telekomunikasi.

Namun, tentunya kalangan pengusaha Jastel sendiri mengharapkan ada kepastian hukum yang kuat. "Selama ini pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi telah dilanggar hak konstitusinya," ujarnya.

Sapto mengatakan, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan draft gugatan uji materi untuk diserahkan kepada MK. APJII sendiri nantinya sebagai pemohon juga akan berdampingan dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) salah satunya Indonesia Berdikari.

Sebagai info, selama ini penyelenggara jasa telekomunikasi dikenakan beban BHP 1,25%  dan USO 0,5% atau total sebesar 1,75% dari pendapatan kotor per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×