Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Banyak negara terlibat dalam mendukung program penanganan perubahan iklim dengan mengucurkan dana yang cukup besar. Dana tersebut juga banyak yang mengalir ke Indonesia guna mendanai program-program penanganan perubahan iklim di Indonesia.
Sayangnya, tidak ada satupun petani di Indonesia yang ikut menikmati dana yang dikumpulkan oleh negara-negara besar untuk meredam fenomena perubahan iklim dunia itu. Lantaran itu, perusahaan kertas milik grup Sinarmas, Asia Pulp and Paper (APP) menginginkan agar petani di Indonesia bisa mengakses dana perubahan iklim.
Direktur Pelaksana Program Keberlanjutan APP, Aida Greenbury menyatakan, dana perubahan iklim, salah satunya Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) harus bisa menyediakan kesempatan yang lebih besar bagi para petani kecil dan warga di sekitar hutan untuk dapat mengakses berbagai kesempatan investasi. Menurutnya, hal ini menjadi bagian penting dalam melindungi dan mengembalikan hutan-hutan di dunia.
Aida menilai, mekanisme keuangan yang ada saat ini tidak memberikan insentif dan tidak memenuhi kebutuhan orang-orang di lapangan, akan tetapi menahan pembayarannya sampai target pengurangan emisi tercapai.
"Jika pendanaan donor tetap berpegang pada sistem pembayaran berdasarkan hasil, maka masih banyak aspek yang masih harus dibenahi dalam sistem pendanaannya, dengan tujuan kebutuhan jangka pendeknya dapat terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan jangka panjangnya,” ujar Aida, Rabu (7/9).
Aida menambahkan, target kesepakatan Paris (Paris Agreement) termasuk target ambisius untuk meraih pendanaan US$ 100 miliar di tahun 2020. Bukan hanya jumlah dana yang berhasil diraih yang akan membuat program tersebut sukses, namun mekanisme yang efektif untuk menyalurkannya juga perlu ditata. Jika tidak, petani-petani kecil tidak akan mendapat manfaatnya.
Dia menekankan, peran penting sektor swasta untuk mendorong pendekatan baru dalam pendanaan iklim. Menurut Aida perusahaan-perusahaan yang terkait dengan komoditas berbasis kehutanan memiliki peran utama dalam mendukung inisiatif pendanaan iklim, melalui kontribusi pendanaan langsung.
"Kita tidak hanya bisa mengatasi keterbatasan dana namun juga sangat krusial menekan resiko investasi yang lebih besar dari negara-negara donor atau lembaga pembiayaan," imbuhnya.
Lewat inisiatif Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) di tahun 2013 yang merupakan komitmen APP untuk penghapusan secara meyeluruh penggunaan bahan baku dari hutan alam di seluruh rantai pasokan, APP berperan aktif dalam kongres International Union for the Conservation Nature (IUCN) di Hawaii untuk menyampaikan kebijakan, inisiatif, dan kerjasama APP dalam mendukung restorasi dan perlindungan hutan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News