kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aprindo beberkan masalah yang dihadapi industri ritel di tengah pandemi


Rabu, 07 Oktober 2020 / 22:03 WIB
Aprindo beberkan masalah yang dihadapi industri ritel di tengah pandemi
ILUSTRASI. Roy N. Mandey, Ketua Umum Aprindo Tahun Politik, Aprindo Berharap Pertumbuhan Ritel Capai Dobel Digit.foto/KONTAN/maizal walfajri


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan kesulitan yang dihadapi oleh pengusaha ritel modern saat ini terdapat pada konsumsi dan daya beli masyarakat yang menurun.

Ia memaparkan, di masa pandemi COVID-19 masyarakat dari kelas menengah ke bawah banyak terdampak PHK, pemotongan gaji, hingga dirumahkan. Ketiadaan gaji dari golongan mayoritas di masyarakat ini, berdampak pada purchasing power.

"Masyarakat marjinal atau dari kalangan ekonomi lemah yang jumlahnya besar dalam penduduk, terkendala sebab tidak ada uang. Ini berdampak pula pada penjualan ritel yang tidak maksimal," jelas Roy kepada Kontan, Rabu (7/10).

Baca Juga: Duh, Ace Hardware Indonesia (ACES) diajukan PKPU

Ia melanjutkan, hal yang sama juga terjadi pada kalangan menengah atas yang cenderung menahan konsumsinya akibat pemberlakuan WFH, tinggal di rumah (stay at home) atas kebijakan PSBB ketat di beberapa daerah.

Roy menyorot, PSBB ketat juga ikut berkontribusi membuat peritel modern banyak tersandung masalah hutang, sebab kebijakan ini semakin membuat masyarakat menghindari mall dan gerai ritel modern lainnya.

"Tadinya performa konsumsi sudah mulai membaik dengan transisi new normal ini. Pada Juni sampai Agustus ada perbaikan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari minus 17,1% menjadi minus 10% di Agustus. Ada perbaikan sekitar 7% sampai 8%. Tapi ini kembali lagi menjadi minus 12,3%," ujarnya.

Pada September lalu, pihaknya memprediksi IPR bisa berbalik lagi ke level minus 15% sampai dengan minus 17% akibat pemberlakuan PSBB ketat di beberapa daerah.

Baca Juga: Sektor-sektor ini ketiban untung dari omnibus law UU cipta kerja

Roy menambahkan, dibandingkan dengan PSBB ketat, pihaknya menyarankan agar Pemerintah memberlakukan mini lockdown di beberapa wilayah untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. "PSBB ketat ini memukul perusahaan dan industri ritel modern," imbuhnya.

Selanjutnya: Hipmi sambut baik rasionalisasi pajak daerah dan retribusi daerah di UU Cipta Kerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×