kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,90   6,30   0.63%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APTRI tuntut ganti menteri perdagangan dan perbaikan tata gula nasional


Selasa, 16 Oktober 2018 / 14:02 WIB
APTRI tuntut ganti menteri perdagangan dan perbaikan tata gula nasional
ILUSTRASI. Unjuk rasa Anggita APTRI di depan istana presiden


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengadakan unjuk rasa di depan Istana Presiden menuntut perbaikan tata pergulaan nasional. Salah satu tuntutannya mencakup pergantian Menteri Perdagangan karena dinilai tidak mampu mengatur perniagaan gula nasional dan mengeluarkan rekomendasi impor yang menyakiti petani tebu.

"Kami juga menuntut ganti Menteri Perdagangan karena urusan gula impor tersebut," kata Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen kepada Kontan.co.id, Selasa (16/10).

Soemitro menyampaikan, terdapat setidaknya 200 perwakilan anggota APTRI yang terdiri dari petani tebu, pemilik pabrik gula dan stakeholder pergulaan yang terlibat dalam unjuk rasa yang pihaknya adakan ini. Unjuk rasa akan dilakukan 3 hari berturut-turut dimulai hari ini tgl 16-18 Oktober 2018 di Istana merdeka.

Tuntutan yang disampaikan Soemitro dan APTRI terdiri dari empat poin.

Pertama, stop impor gula karena sudah berlebihan. Dalam catatan APTRI, pada tahun 2018 stok gula konsumsi surplus 2,4 juta ton dengan rincian stok sisa akhir tahun 2017 sebesar 1 juta ton, rembesan gula rafinasi tahun 2018 sebesar 800.000 ton, produksi gula konsumsi tahun 2018 sebesar 2,1 juta ton, impor gula konsumsi th 2018 sebanyak 1,2 juta ton, sehingga total stok 5,1 juta ton. Sedangkan kebutuhan gula konsumsi hanya 2,7 juta ton.

Kedua, menuntut pemerintah beli gula tani yang tidak laku. Komitmen pemerintah akan membeli gula tani 600.000 ton melalui Bulog dengan harga 9.700 per gk tak banyak terealisasi. 

Bulog hanya membeli sekitar 100.000 ton saja, sehingga sebagian petani terpaksa menjual gula dengan harga dibawah Rp 9.000 per kg karena sudah tidak kuat menahan kebutuhan hidup dan biaya untuk mengolah kembali tanaman tebu.

Dengan harga pembelian Bulog itu pun kami masih rugi karena biaya produksi gula petani sebesar Rp 10.600 – 11.000 per kg. Maka kerugian petani untuk tahun 2018 sebesar Rp 2 triliun dengan perhitungan kerugian petani Rp 2.000 per kg dikali 1 juta ton gula tani.

Ketiga, menindak tegas pelaku rembesan gula rafinasi, tangkap dan adili. Rembesan gula rafinasi menyebabkan gula tani tidak laku karena pasar sudah penuh gula impor. Tahun 2018 APTRI hitung terdapat 800.000 ton rembesan gula rafinasi sehingga petani sangat dirugikan. APTRI juga sebelumnya sudah menemukan banyak rembesan dan melaporkan ke bareskrim mabes Polri. Rembesan ini akibat ijin impor rafinasi yang berlebih, yaitu 3,6 juta ton, padahal kebutuhan hanya 2,4 juta ton.

Keempat, APTRI menuntut ganti Menteri Perdagangan sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap banjirnya impor gula.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×