kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AS cabut tuduhan dumping dan subsidi kertas RI


Kamis, 23 Agustus 2012 / 17:18 WIB
AS cabut tuduhan dumping dan subsidi kertas RI
ILUSTRASI. Di tengah keadaan pandemi, platform dan layanan OVO terus berkembang di sepanjang tahun 2020 berkat adanya dukungan dan loyalitas dari pengguna dan mitra.


Reporter: Dina Farisah | Editor: Asnil Amri

JAKARTA Setelah berlaku lebih dari lima tahun, otoritas anti dumping Amerika Serikat (USITC) mencabut pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan pengenaan Bea Masuk Imbalan (BMI) untuk produk Certain Lined Paper School Supplies (CLPSS) yang diimpor dari Indonesia pada 2 Agustus lalu.

Ernawati, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan menjelaskan, pencabutan tuduhan dumping dan subsidi itu dilakukan karena USITC tidak menemukan kerugian material terhadap industri di dalam negeri Amerika Serikat (AS).

Namun begitu, USITC tetap mengenakan BMAD dan BMI terhadap produk CLPSS sejenis yang diimpor dari China dan India. Sebab, hasil investigasi USITC menemukan, impor CLPSS dari China dan India berpotensi merugikan industri dalam negeri AS.

Perlu diketahui, penyelidikan dumping dan subsidi terhadap CLPSS dari Indonesia, India dan China dimulai sejak 7 Oktober 2006 lalu, oleh United States Department of Commerce (USDOC).

Permohonan penyelidikan anti dumping dan subsidi diajukan oleh the Association of American School Paper Suppliers. Adapun perusahaan Indonesia yang dituduh adalah Sinar Mas Group (Pabrik Tjiwi Kimia).

Setelah melakukan penyelidikan, USDOC mengeluarkan Preliminary Determination pada 7 Februari 2006 yang berisi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) sebesar 97,85% ? 118,63% kepada produk CLPSS asal ketiga negara tersebut.

“Saat itulah kami melakukan koordinasi dengan berbagai instansi seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT Perusahaan Pengelola Aset, serta dunia usaha dalam menjawab kuesioner yang diberikan USDOC,” terang Ernawati baru-baru ini.

Pemerintah Indonesia lewat Kemendag berusaha menyampaikan sanggahan kepada USDOC pada 24 Februari 2006. Dalam sanggahan itu, Indonesia menjelaskan kebijakan tentang kehutanan, keuangan serta investasi. Namun berbagai upaya yang dilakukan pemerintah saat itu belum membuahkan hasil.

Pada 25 September 2006, USITC mengeluarkan Final Determination yang mengenakan BMAD sebesar 97,85?118,63% dan BMI sebesar 40,55% kepada produk CLPSS milik Indonesia, China dan India.

Dengan berakhirnya pengenaan BMAD dan BMI terhadap produk CLPSS Indonesia itu, maka ekspor produk CLPSS yang terganggu sejak lima tahun terakhir, kini berpeluang ekspor kembali.

Berdasarkan data USITC, ekspor produk CLPSS Indonesia ke AS pada 2003 mencapai US$ 91,3 juta. Kemudian nilainya menurun pada 2004 menjadi US$ 79,9 juta dan naik kembali pada 2005 hingga mencapai US$ 98,5 juta. Setelah pengenaan BMAD dan BMI pada 2006, ekspor produk CLPSS Indonesia ke AS sempat terhenti.

Baru pada tahun 2010 dan 2011, ekspor Indonesia mulai memasuki pasar AS kembali, namun dengan total nilai ekspor yang jauh lebih rendah, yaitu US$ 16.000 di tahun 2010 dan US$ 58.000 di tahun 2011.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×