Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Sikap pilih-pilih terkait kelonggaran ekspor mineral tanpa pemurnian nampaknya juga dirasakan PT ANTAM Tbk. Pasalnya, keputusan kadar minimum membuat perusahaan pelat merah tersebut harus menghetikan kebiasaannya mengekspor bijih nikel mulai tahun ini. Maklum, pemerintah dalam pembahasan dengan pengusaha yang dilakukan secara maraton sejak Jumat (3/1) sampai Rabu (8/1) melarang ekspor bijih nikel, mangan, dan bauksit.
Sementara untuk konsentrat tembaga, bijih besi, seng, dan timbal diizinkan untuk tetap bisa ekspor setelah 12 Januari 2014 nanti. Dengan demikian, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara masih diperkenankan untuk tetap ekspor konsentrat meskip mereka belum melakukan pemurnian alias konsentrat 100%.
Tri Hartono, Sekretaris Perusahaan ANTAM mengatakan, pihaknya siap mengikuti kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor ore. Tapi, "Seharusnya seluruh perusahaan tambang mendapat perlakuan yang sama terkait larangan ekspor," kata dia ke KONTAN, Kamis (9/1). Antam memproduksi 11,5 juta ton bijih nikel per tahun. Dari jumlah tersebut, sebesar 10 juta ton diekspor, dan sisanya sebagai bahan baku smelter feronikel yang berkapasitas 20.000 ton per tahun.
Selama ini, kontribusi penjualan mineral mentah mencapai 30% dari total pendapatan perusahaan. "Karena ada potensi penurunan, kami akan melakukan berbagai strategi misalnya peningkatan penjualan emas, batubara, serta berharap ada pemasukan tambahan dari smelter chemical grade alumina," kata Tri.
Sementara itu, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) geram dengan tindakan pemerintah lantaran meloloskan Freeport dan Newmont untuk tetap bisa ekspor. Budi Santoso, Ketua Working Group Kebijakan Tambang Perhapi mengatakan, sudah sejak awal pemerintah memang sudah berusaha untuk mencari celah dari UU Minerba agar ekspor konsentrat tembaga untuk dua perusahaan tersebut bisa dengan mudah diloloskan. "Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri minta pendapat Pak Yusril," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News