Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Pelonggaran ekspor mineral mentah yang kini tengah diupayakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) jelas-jelas melanggar UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Bila setelah 12 Januari 2014 nanti ada perusahaan yang diizinkan ekspor, akan muncul gugatan dari beberapa kalangan.
Asal tahu saja, pada pertemuan PT Freeport Indonesia, Asosiasi Tembaga Emas Indonesia (ATEI) pada Rabu (8/1), pemerintah akhirnya menurunkan kadar olahan mineral tembaga menjadi 15%, dari yang mestinya 99,9% dalam bentuk copper cathoda. Artinya, pemerintah mengakomodasi Freeport, Newmont, dan juga pemegang IUP tembaga untuk tetap bisa ekspor setelah 12 Januari 2014.
Natsir Mansur, Ketua Umum ATEI mengatakan, penurunan kadar ini mengakomodasi seluruh pengusaha, baik izin usaha pertambangan (IUP) maupun kontrak karya (KK). "Agar pengusaha kecil juga bisa ikut main. Kalau usulan KK kan minimal kadar 25%, tapi IUP tidak bisa main karena kondisi tambang yang berbeda," kata dia usai mengikuti rapat pembahasan bersama pemerintah, Rabu (8/1).
Seperti diketahui, hingga sekarang ini, Freeport dan Newmont hanya dapat memproduksi konsentrat tembaga dengan kadar 20% hingga 30%. Alhasil, dengan penurunan ini, kedua perusahaan asal Amerika Serikat tersebut tetap dapat mengeskpor mineral tanpa pemurnian setelah 12 Januari 2014.
Rozik B. Soetjipto, Direktur Utama Freeport Indonesia mengatakan, meskipun pemerintah membolehkan kadar tembaga hingga 15% untuk tetap bisa ekspor, namun perusahaannya tidak akan menurunkan kadar tembaga dan memproduksi seperti biasa. "Kami tetap pada level 20%-30% yang selama ini telah dilakukan," kata dia.
Dengan keputusan tersebut, Rozik menjelaskan, produksi Freeport tahun 2014 diharapkan dapat berjalan dengan normal karena tidak ada pelarangan mineral tanpa pemurnian. Bahkan, ia optimistis, produksi tembaga, emas, dan perak akan meningkat bakal naik hingga 15% dibandingkan dengan produksi 2013 lalu.
Sementara itu, Simon Felix Sembiring, Pengamat Pertambangan menjelaskan, upaya pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen) ESDM yang memberi kelonggaran bagi Newmont dan Freeport untuk tetap mengekspor konsentrat tembaga jelas melanggar Undang-Undang Minerba.
Simon menegaskan, jika benar PP dan Permen ESDM soal pelonggaran itu diterbitkan, PP dan Permen itu akan menganulir UU Minerba. Sebab, konsentrat tembaga berkadar 15% itu bukanlah hasil pemurnian, tetapi hasil pengolahan. "Mereka harus baca Pasal 170 UU Minerba yang mengharuskan perusahaan tambang melakukan pemurnian di dalam negeri," ujarnya.
Simon yakin, jika PP dan Permen ESDM tersebut diterbitkan, bakal banyak pihak yang akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan kemungkinan PP dan Permen ESDM itu dibatalkan karena bertentangan dengan UU Minerba sangat besar. "Saya yakin, para ahli hukum akan berang melihat ini," ungkap mantan Dirjen Minerba tersebut.
Meski demikian, Simon menjelaskan, dirinya yang juga akan ikut melakukan gugatan akan tetap menunggu sampai 12 Januari 2014 nanti. "Freeport itu baru memurnikan 30% konsentrat tembaga di Smelting Gresik, 70% belum dimurnikan," ujar dia.
Simon menyatakan, selama ini, yang diperjualbelikan di London Metal Exchange (LME) itu adalah mineral yang sudah dimurnikan atau sudah berbentuk logam dan bukan konsentrat milik Freeport dan Newmont. "Harus dipahami dalam text book jelas, pengolahan (processing) dan pemurnian (refinering). Jadi, tidak ada multitafsir dalam definisi pengolahan dan pemurnian yang ada di UU Minerba," ujarnya.
DPR menggugat
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Effendi Simbolon mengatakan, dirinya prihatin atas sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berupaya mengeluarkan PP dan Permen ESDM yang berpotensi melanggar UU Minerba. "Sebagai anggota DPR, saya akan mengajukan hak menyatakan pendapat, jika ada pelonggaran itu," ungkap dia.
Tetapi, jika ada anggota masyarakat yang akan mengajukan legal review ke Mahkamah Agung, dirinya akan mendukung penuh. Effendi menegaskan, DPR akan tetap konsisten untuk menjalankan amanat UU Minerba yang melarang ekspor mineral mentah pasca 12 Januari 2014.
Pakar Hukum dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berpendapat, bila pemerintah ingin mengubah UU Minerba, sebaiknya pemerintah tidak memakai instrumen peraturan pemerintah pengganti UU alias Perppu. Cuma, jika Perppu tersebut dikeluarkan saat masa sidang DPR, maka jelas DPR tidak akan menyetujui dan akan mempolitisasi Perppu tersebut.
Apalagi, kata dia, Perppu tersebut menganulir ketentuan yang melarang ekspor mineral mentah, padahal pemerintah sendiri tidak ingin menganulir ketentuan Undang-Undang Minerba itu. Sementara itu, jika pemerintah berniat memberi kelonggaran lewat definisi "pengolahan dan pemurnian", hal itu bisa digunakan PP, Permen ESDM, dan Peraturan Presiden.
Tetapi, menurut Hikmahanto, PP hanya bisa diterbitkan jika diamanatkan dalam UU Minerba. "Apakah ada klausul yang mengatakan ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PP? Setahu saya tidak ada," jelas dia. Jadi, sebaiknya, pemerintah menggunakan Perpres atau Permen dalam pelonggaran, namun harus diberi catatan soal konsistensi membangun smelter.
Boks
Berdasarkan rapat pembahasan kadar minimum antara pengusaha dan pemerintah, diputuskan bahwa akhirnya tidak seluruh produk olahan mineral tanpa pemurnian boleh diekspor. Terdapat lima komoditas mineral saja yang konsentratnya boleh diekspor, yakni tembaga, bijih besi, pasir besi, timbal, dan seng.
Sedangkan komoditas lainnya, seperti bauksit, nikel, dan mangan, wajib dimurnikan di dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor. Dengan kebijakan tersebut, dua perusahaan tembaga besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara masih akan bebas ekspor konsentrat sampai tiga tahun ke depan.
Dede I Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM mengatakan, tidak diperbolehkannya ekspor olahan bauksit maupun nikel lantaran kedua komoditas tersebut dapat langsung diproses ke pabrik pemurninan (smelter). "Sedangkan mangan memang ada fase pengolahannya, namun cadangannya sedikit dan smelter-nya juga sudah banyak," imbuh dia.
Menurut Dede, kadar minimum konsentrat tembaga yang boleh diekspor tahun depan sebesar 15%. Sedangkan dalam aturan sebelumnya batasan minimum tembaga yang boleh ekspor hanyalah logam tembaga murni atawa copper cathoda dengan kadar 99,9%.
Dengan dibolehkan ekspor konsentrat tembaga, mineral ikutan seperti sulfur, emas, perak, dan slag boleh jadi tidak akan dapat diambil manfaatnya di Tanah Air. Padahal, dalam UU Minerba, kewajiban pengolahan dan pemurnian bertujuan untuk memperoleh nilai tambah sekaligus mineral ikutan yang terkandung dalam komoditas tersebut.
R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bilang, mineral tanpa pemurnian masih akan diberikan tambahan batas waktu hingga tiga tahun kedepan atawa 12 Januari 2017. "Dalam PP 23/2010, KK wajib mengolah dan memurnikan. Kita akan revisi menjadi hanya boleh mengolah," kata dia. Asal tahu saja, kewajiban pemurnian tidak bisa dihilangkan, sebab pada Pasal 170 UU Minerba, pemurnian itu wajib dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News