Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menyoroti jumlah cadangan dan produksi minyak dan gas bumi (Migas) Nasional di tengah terus meningkatnya kebutuhan energi, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk.
Mengutip sumber Kementerian ESDM pada 2021, cadangan minyak bumi nasional sebesar 4,17 miliar barel dengan cadangan terbukti (proven) sebanyak 2,44 miliar barel. Sementara data cadangan yang belum terbukti sebesar 2,44 miliar barel.
Dengan asumsi tingkat produksi 700.000 barel oil per day (bopd), umur cadangan minyak hanya akan tersedia hingga 9,5 tahun jika tidak ada penemuan baru.
Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal menyampaikan, sejak sepuluh tahun yang lalu cadangan minyak Indonesia selalu dikatakan tinggal 10 tahun lagi, tetapi buktinya sampai saat ini masih berproduksi.
Baca Juga: Simak, Rincian Cadangan dan Umur Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia
“Jadi selama kita tetap berusaha. Semoga produksi akan terus berlanjut,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (9/10).
Namun, lanjut Moshe, kondisi minyak reserve replacement ratio (RRR) Indonesia di bawah 100% karena tidak adanya penemuan cadangan minyak yang signifikan. Maka itu, upaya peningkatan RRR untuk minyak perlu terus digiatkan.
Kembali mengintip paparan ESDM di 2021, cadangan gas bumi Indonesia mencapai 62,4 triliun kaki kubik (cubic feet) dengan cadangan terbukti 43,6 triliun kaki kubik (cubic feet). Dengan asumsi produksi gas 6 billion standard cubic feet per day (bscfd), umur cadangan gas bumi Indonesia mencapai 19,9 tahun jika tidak ada penemuan cadangan baru.
Moshe menjelaskan, belakangan penemuan-penemuan cadangan migas baru di Indonesia mayoritas dari gas bumi. Sejatinya, hal ini sejalan dengan transisi energi di mana gas akan diandalkan sebagai tulang punggung energi di Indonesia. Diprediksi pada 10 tahun hingga 20 tahun ke depan permintaan gas akan terus meningkat.
Namun, untuk memenuhi permintaan itu masih banyak tantangan yang dihadapi. Misalnya saja, 80% kebutuhan LPG di Indonesia dipenuhi melalui impor, padahal cadangan gas bumi melimpah. Artinya penyerapan gas di dalam negeri belum maksimal. Moshe menyatakan, persoalan yang dihadapi ialah terbatas infrastruktur gas.
Baca Juga: Wamen BUMN: Pertamina Tetap Jalankan Kilang Tuban Bersama Mitra Rusia
“Di sisi lain, ekspor gas kita mendapatkan persaingan yang makin tumbuh dari Amerika dan Timur Tengah yang menawarkan harga lebih murah,” ujarnya.
Aspermigas berharap, target pemerintah mencapai produksi nasional minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (MMscfd) bisa benar tercapai di 2030. Meski tetap saja, di masa itu dia memprediksi Indonesia akan tetap mengimpor migas karena kebutuhan yang terus meningkat sejalan pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduk.
Moshe menyatakan, kondisi ini tidak perlu ditakuti karena negara sekelas Amerika Serikat saja masih mengimpor migas, apalagi Singapura yang sama sekali tidak ada Sumber Daya Alam (SDA) migasnya.
“Jadi bukan berarti ketahanan energi itu harus 100% energi dari dalam negeri,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News