Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah importir daging di dalam negeri mengalami kendala saat menggunakan fasilitas layanan karantina akibat adanya gangguan teknis pada Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian sejak 5 Juli 2020 lalu. Kabar ini didapat oleh Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) dari anggota asosiasi pada Senin (6/7) lalu.
“Memang benar ada anggota Aspidi yang menggunakan yang menggunakan fasilitas layanan karantina terganggu yang berakibat kendala pada saat transfer dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) ke INSW (Indonesia National Single Window),” kata Suhandri selaku Sekjen Aspidi kepada Kontan.co.id, Rabu (8/7).
Baca Juga: Layanan karantina pertanian terganggu, importir buah dan sayuran segar merugi
Sedikit informasi, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina, Hewan, Ikan, dan Tumbuhan memang mengamanatkan penyelenggaraan karantina terhadap tumbuhan dan produk tumbuhan, hewan dan produk hewan, serta ikan dan produk ikan yang keluar masuk wilayah Indonesia.
Tujuannya ialah untuk mencegah persebaran hama dan penyakit hewan dan ikan alias serta organisme pengganggu tumbuhan.
Sayangnya, sampai saat ini pelayanan karantina sejumlah importir daging masih mengalami kendala sejak 6 Juli 2020 lalu. Hal ini membuat importir harus merogoh kocek ekstra untuk membayar sejumlah biaya yang sifatnya harian.
Baca Juga: Sepekan jelang Lebaran, harga sejumlah kebutuhan pokok masih tinggi
Untuk biaya listrik kontainer berpendingin alias biaya recooling misalnya, setiap importir perlu mengeluarkan uang sebanyak Rp 2,25 juta per harinya untuk 1 kontainer berukuran 20 kaki.
Artinya, semakin lama barang tertahan di dalam kontainer, maka semakin besar pula biaya recooling yang harus dikeluarkan. Biaya ini dibayarkan kepada pihak pengurus pelabuhan.
Di sisi lain, importir daging juga harus membayar sejumlah komponen biaya lainnya seperti misalnya biaya penumpukan alias biaya storage serta biaya yang dipungut oleh perusahaan pelayaran kepada importir saat kargo masih berada di dalam kontainer atau biasa dikenal dengan istilah biaya demurrage.
“Kedua komponen biaya ini tergantung masing-masing pelayaran yang dipakai,” terang Suhandri singkat.
Sejauh ini, pihak Badan Karantina Pertanian (Barantan) belum memberikan repson ketika dihubungi oleh Kontan.co.id melalui telepon dan layanan pesan Whatsapp.
Baca Juga: Kemendag: Kebijakan deregulasi dan regulasi bikin harga pangan dan sembako stabil
Namun dalam keterangan resminya, pihak Barantan menyebutkan bahwa upaya perbaikan oleh tim Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian sudah dimulai dari tanggal 5 Juli 2020 lalu.
Sembari perbaikan dilakukan, respon perizinan karantina pertanian ke portal Indonesia National Single Window (INSW) dan permohonan pemeriksaan karantina pertanian akan dilakukan secara manual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News