Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di tengah ancaman musim kemarau berkepanjang atau El Nino terhadap sektor pertanian, pemerintah justru menunda pelaksanaan asuransi pertanian yang seyogyanya berlangsung November mendatang. Kondisi ini membuat petani dirugikan dengan ancaman gagal panen dan penurunan produksi padi.
Winarno Tohir, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan dengan ancaman terjadinya el nino pada September mendatang dan kondisi saat ini petani masuk musim tanam. Idealnya, asuransi pertanian haruslah terbentuk dan berlaku. Kondisi ini mengantisipasi kondisi gagal panen karena kekeringan.
Kondisi pekan ini telah menunjukkan, daerah sekitar Indramayu, Cirebon dan Subang telah mengalami kekeringan. Bahkan potensi kekeringan di Indramayu diperkirakan mencapai 4.500 ha. Sebab di daerah tersebut tidak ada tempat penyimpanan air atau embung. Apalagi waduk, plus minimnya pompa air.
Petani paling dirugikan jika terjadinya gagal panen. Selain produksi yang menurun, mereka menanggung beban untuk melakukan pembayaran atas modal tanam padi. "Bisa-bisa petani tidak punya modal untuk tanam di musim berikutnya," kata Winarno pada Senin (15/6).
Sebagaimana diketahui, premi asuransi pertanian dibayarkan sebesar Rp 180.000 per tahun dibebankan 80% kepada pemerintah. Sisanya sebesar 20% atau senilai Rp 36.000 dibayarkan petani. Jika terjadi kegagalan panen, petani akan mendapatkan nilai manfaat sebesar Rp 6 juta per hektar (ha). Hitungan manfaat tersebut berasal dari hitungan modal petani untuk sekali melakukan masa tanam.
Molornya asuransi pertanian terjadi karena Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengembalikan draft anggaran asuransi pertanian kepada Kementerian Pertanian (Kemtan) dengan alasan tekhnis pencairan tidak sesuai dengan aturan pemerintah saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News