Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Ikan patin ternyata bisa diolah menjadi fillet seperti layaknya fillet ikan tuna. Namun, karena harga bahan baku kemahala, produksi olahan ikan patin nasional sulit berkembang karena kalah bersaing dengan olahan ikan patin asal Vietnam yang terkenal murah.
Eddy Karmin, Direktur PT Wirantono Baru, salah satu perusahaan pengolahan ikan patin mengatakan, ada dua hal yang menjadi masalah dari pengolahan ikan patin lokal. Pertama, kualitas ikan dibawah kualitas ikan patin dari Vietnam. Kedua, harga ikan patin lokal lebih mahal karena biaya produksi tinggi. "Faktor inilah yang menjadi kendala kami, sehingga kami menghentikan pengolahan patin sejak dua pekan terakhir," kata Eddy (19/1).
Eddy mengungkapkan, harga ikan patin lokal naik sejak pertengahan tahun lalu. Harga ikan patin dari petambak lokal mencapai Rp 17.000 per kilogram (kg). Harga itu naik 41,6% dari harga pertengahan tahun 2011 di kisaran harga Rp 12.000 per kg.
Dengan harga ikan yang terus menanjak itu, walhasil harga pokok pembuatan fillet ikan ikutan naik. Eddy bilang, untuk membuat satu kilogram fillet ikan patin lokal ia membutuhkan modal hingga Rp 38.000 per kilogram. Harga tersebut belum termasuk ongkos kirim sebesar Rp 1.000 per kg sampai Rp 1.500 per kg.
Sementara harga fillet ikan patin lokal di pasaran dibanderol Rp 41.000 per kg-Rp 42.000 per kg, lebih mahal dengan harga fillet patin impor asal Vietnam yang dijual US$ 2,8 per kg-US$ 2,9 per kg atau sekitar Rp 25.500 per kilogram .
Kondisi produksi yang mahal itu diperparah lagi oleh larangan impor ikan patin. Eddy bilang, saat ikan patin masih bisa impor, ia bisa memproduksi 5 ton fillet ikan patin. Namun, dengan mengandalkan ikan patin lokal, ia hanya bisa produksi 2 ton saja. "Sekarang suplai bahan baku lokal terbatas dan mahal," terang Eddy yang memilih menutup usahanya itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News