Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kebijakan Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) yang memperbolehkan impor ikan patin (douri) disambut gembira oleh industri restoran menengah atas di Indonesia.
Angelita S. Komala, Manajer Pemasaran dan Hubungan Masyarakat PT Langgeng Food, pengelola restoran Fish & Co menuturkan, kebijakan itu membuat lega kalangan restoran domestik. Selama ini, Fish & Co memang sangat tergantung pada ikan patin impor dari Vietnam guna menopang kegiatan usahanya.
Selain untuk memenuhi kebutuhan restoran, impor ikan patin juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan patin. Direktur Jenderal Pengolahan & Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP, Victor Nikijuluw mengatakan, saat ini sudah ada tiga pabrik pengolahan patin yang mengantongi izin impor. Pabrik itu berada di Jakarta, Surabaya dan Kalimantan Selatan (Kalsel). Kapasitas pabrik di Jakarta dan Surabaya masing-masing 200 ton per bulan, sedangkan di Kalsel kapasitasnya 100 ton per bulan.
Meski begitu, Victor bilang, KKP tetap akan membuka impor ikan patin secara bebas. Ia mencontohkan, jika satu pabrik memiliki kapasitas 100 ton maka impor yang diizinkan hanya 25 ton per bulan. Hal yang sama berlaku bagi restoran, yaitu impor disesuaikan dengan kebutuhannya. "Impornya tetap terbatas agar mudah dikontrol," jelas Victor.
Patin lokal cukup potensial
Sementara itu, Thomas Darmawan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (AP51) mengatakan untuk saat ini impor ikan patin memang masih dibutuhkan industri restoran dan pabrik pengolahan. Namun, ia mengatakan potensi ikan patin lokal untuk memenuhi kebutuhan restoran sangat besar.
Namun, Thomas mengatakan pembudidaya lokal perlu meningkatkan kualitas ikan patin. Selain terlalu basah, ikan patin lokal juga masih banyak yang berbau tanah. Ikan patin lokal juga memiliki urat darah yang terlalu kentara sehingga ketika digoreng tampilannya akan sedikit memerah.
Pasokan ikan patin juga harus ditingkatkan. Selama ini, produksi patin lokal masih dilakukan melalui keramba-keramba. Imbasnya, kuantitas dan kualitasnya patin lokal masih belum stabil sepanjang tahun.
Pengelolaan patin juga harus lebih terintegrasi mulai dari budidaya hingga industri pengolahannya. Skema ini sudah berhasil dilakukan oleh Vietnam sehingga mereka memiliki industri patin yang terintegrasi sekaligus mapan. "Indonesia harus mencontoh Vietnam agar bisa memiliki industri patin yang terintegrasi," tandas Thomas kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News