Reporter: Edy Can |
NUSA DUA. Keamanan dan keselamatan media dan jurnalis online di berbagai negara terancam. Peneliti UNESCO Jennifer Henrichsen mengungkapkan ancaman itu mulai terjadi dari penyadapan hingga penembakan jurnalis.
Jennifer menyebutkan ada berbagai ancaman tersebut. Secara digital, dia mencontohkan seperti serangan DDOS, menyebarkan informasi yang tidak tepat hingga pencurian data dan komputer.
"Operator telekomunikasi juga berpotensi mengancam media online dengan pembatasan dan penolakan layanan internet," kata penulis buku War on Word dalam Internet Governance Forum (IGF) 2013 ini, Kamis (24/10).
Selain korporasi, pelaku yang mengancam keamanan dan keselamatan media online dan jurnalis juga datang dari pemerintah. Ancaman itu berupa pembuatan undang-undang soal pencemaran nama baik. Contohnya di Indonesia yang masih memakai Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bukan hanya itu. Di negara lain seperti Brasil, pemerintah sangat agresif meminta Google Inc. menghapus konten-konten yang dianggap mencemarkan nama baik. Pemerintah juga sedang berupaya menasionalisasi pusat data.
"Yang dikhawatirkan dari nasionalisasi ini adalah bagaimana perlindungan terhadap data," ujar Joana Varon-Ferraz dari Getulio Vargas Foundation.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, Jennifer menyatakan ada tiga prinsip mendasar bagi jurnalis. Pertama, mempertanyakan mana yang harus tetap disimpan sebagai milik pribadi. Kedua, kepada siapa informasi tersebut akan diberikan. Ketiga, apa yang akan dilakukan oleh kelompok tersebut kemudian.
Dia juga memberikan petunjuk praktis untuk memitigasi ancaman bagi jurnalis. Beberapa di antaranya seperti menggunakan kata sandi (password) yang kuat, mengekripsi file, memperbaharui piranti lunak, menggunakan anti virus dan memakai verifikasi bertahap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News