kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,12   -8,25   -0.83%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bayang-bayang Krisis Energi di Tengah Tantangan Investasi Migas


Senin, 26 September 2022 / 18:33 WIB
Bayang-bayang Krisis Energi di Tengah Tantangan Investasi Migas
ILUSTRASI. Investasi hulu migas global tertinggi dalam satu dekade terakhir terjadi pada 2014 sebesar US$ 779 miliar.. REUTERS/Pascal Rossignol


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah mendorong pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan mengesampingkan sektor energi lainnya dinilai bakal memberi dampak buruk pada upaya pemenuhan energi.

Mengutip Reuters, CEO Saudi Aramco Amin Nasser mengkritisi langkah negara-negara Eropa untuk membatasi tagihan energi untuk konsumen serta pengenaan pajak untuk perusahaan energi. Kebijakan ini dinilai bukan solusi panjang untuk mengatasi krisis energi global. Menurutnya, minimnya investasi sektor hidrokarbon saat alternatif bahan bakar fosil masih belum tersedia adalah akar penyebab masalah.

"Itu tidak mengatasi penyebab sebenarnya dan bukan solusi jangka panjang," kata Nasser dikutip Senin (26/9).

Nasser melanjutkan, pengenaan pajak untuk perusahaan energi kian menyulitkan terutama di tengah permintaan agar ada peningkatan produksi. Penguatan isu pengembangan EBT memang dinilai menjadi salah satu penyebab investasi hulu migas global mengalami tren penurunan.

Baca Juga: Pertamina Siapkan Belanja Modal US$ 11,2 Miliar hingga 2026 untuk Energi Bersih

Kondisi ini membuat pelaku usaha lebih memilih untuk menahan investasi sembari menanti lebih jauh perkembangan ke depan.

"Ada kekhawatiran jika kemudian fosil dipersulit pengembangannya," kata Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro.

Merujuk International Energy Agency (IEA), investasi hulu migas global tertinggi dalam satu dekade terakhir terjadi pada 2014 sebesar US$ 779 miliar. Selanjutnya, investasi hulu migas mengalami tren penurunan dengan besaran tak mencapai US$ 500 miliar untuk kurun 2016 hingga 2021. Realisasi terendah terjadi pada 2020 dimana investasi hulu migas global hanya mencapai US$ 328 miliar.

Sementara itu, investasi energi bersih khususnya untuk sektor pembangkit EBT untuk kurun 2017 hingga 2021 tercatat terus mengalami peningkatan. Tercatat, investasi pembangkit EBT pada 2017 mencapai US$ 326 miliar lalu meningkat hingga US$ 446 miliar pada 2021.

Meski pengembangan EBT terus digenjot, nyatanya kebutuhan migas justru terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kebutuhan minyak dunia diprediksi mencapai 104,1 juta barel per hari pada 2026 mendatang. Kebutuhan ini meningkat dari total kebutuhan pada tahun 2021 yang sebesar 96 juta barel per hari.

Baca Juga: Ada Aturan Tarif Listrik, Saham Emiten EBT Ciamik

Menimbang Nasib Indonesia

Komaidi menjelaskan, tantangan investasi hulu migas juga terjadi di Indonesia.

"Harus ada narasi positif dan jaminan pemerintah. Saat ini tone pemerintah cenderung mendiskreditkan (energi) fosil," kata Komaidi.

Menurutnya, kondisi ini bisa memberikan dampak besar pada sektor hulu migas. Asal tahu saja, meskipun pemerintah berniat mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga 23% pada 2025 mendatang. Volume kebutuhan migas justru meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan minyak mentah untuk kilang domestik tahun 2025 mencapai sekitar 2,2 juta barel per hari dan meningkat menjadi 4,6 juta barel per hari tahun 2050.

Di sisi lain, produksi minyak mentah Indonesia masih berada di bawah 1 juta barel per hari. Pemerintah pun menargetkan produksi minyak mentah dapat mencapai 1 juta barel per hari dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030 mendatang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan realisasi investasi hulu migas hingga Juli 2022 mencapai US$ US$ 5,84 miliar. Raihan ini meningkat ketimbang Juli 2021 yang sebesar US$ 5,51 miliar. Untuk tahun ini pemerintah menargetkan investasi hulu migas dapat mencapai US$ 13,2 miliar.

Sejumlah tantangan investasi diakui masih terjadi pada tahun ini. Antara lain akibat perlambatan kegiatan sebagai imbas pandemi covid-19.

"Tantangan lainnya proses perizinan, eksekusi program pengeboran yang melambat akibat ketersediaan rig dan proses reaktivasi sumur-sumur idle," kata Tutuka kepada Kontan, Senin (26/9).

Meski demikian, Tutuka memastikan sejumlah upaya perbaikan pun dilakukan pemerintah demi menggenjot investasi. Sejumlah upaya itu meliputi perbaikan ketentuan fiskal pada blok migas eksisting, perbaikan syarat dan ketentuan lelang blok migas hingga upaya perbaikan regulasi lainnya yang masih berproses.

Baca Juga: Perpres EBT Dinilai Bisa Mendorong Emiten Kembangkan Bisnis Energi Terbarukan

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan, isu transisi energi memang mendorong banyak pelaku usaha lebih memilih untuk mengalihkan investasi. Selain itu, kenaikan harga tinggi komoditas energi dianggap hanya bersifat sementara. 

"Para investor berusaha untuk memperbaiki struktur keuangannya dengan mengurangi utang sebagai antisipasi ancaman krisis ekonomi," ungkap Dwi ketika dihubungi Kontan, Senin (26/9).

Dwi melanjutkan, dengan berbagai tantangan yang ada, Indonesia masih mencatatkan peningkatan investasi di tahun ini. Kondisi ini dinilai membaik sejak tekanan pandemi covid-19 pada 2020 lalu. Tak hanya itu, Dwi cukup optimistis kinerja sektor hulu bakal kian membaik seiring upaya menggenjot kegiatan pengeboran mencapai 800 sumur pada tahun ini.

"Pemerintah terus melakukan perbaikan-perbaikan iklim investasi sehingga Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik untuk memonetisasi potensi cadangan migas," pungkas Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×