Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Bea Keluar (BK) untuk komoditas batubara yang direncanakan mulai Januari 2026 masih menunggu kejelasan teknis. Hingga kini para pengusaha tambang batubara masih menantikan detil aturan tersebut. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) misalnya, mengungkap masih menunggu kepastian final terkait besaran tarif dan mekanisme BK.
"Kepastian ini penting karena BK merupakan biaya langsung yang berdampak pada perencanaan produksi dan ekspor ke depan," ungkap Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahyarani kepada Kontan, Senin (22/12/2025). Menurutnya, sepanjang mekanisme dari BK batubara ini jelas dan adil, industri tentu akan menyesuaikan.
Gita menambahkan, pendekatan pengenaan BK saat harga batubara berada di level tinggi dapat dipahami. "Tapi tetap perlu adanya kejelasan dan sosialisasi yang lebih rinci terkait definisi harga tertinggi serta parameter yang digunakan agar pelaku usaha memiliki kepastian dalam mengambil keputusan bisnis," ungkap dia.
Baca Juga: Ini Hitungan Harga Ideal Batubara yang Dikenakan Bea Keluar Menurut Pakar
APBI memprediksi harga batubara rata-rata sepanjang tahun 2026 tidak akan berbeda jauh dengan harga rata-rata batubara sepanjang tahun ini. "Dengan proyeksi harga 2026 yang relatif sama, BK berpotensi menekan margin penambang. Namun dengan skema yang fair dan terukur, industri berharap kontribusi ke negara tetap optimal tanpa mengganggu keberlanjutan usaha," jelas dia.
"Tapi jika benar akan menyesuaikan saat harga tinggi, sebenarnya ini juga sesuai dengan masukan kami (APBI)," jelas dia
Disisi lain Ketua Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia menyebut bea keluar (BK) tidak tepat diterapkan untuk komoditas batubara jika merujuk ke PP 55 Tahun 2008 adalah Peraturan Pemerintah tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor. "BK sejatinya bukanlah instrumen untuk meningkatkan penerimaan negara melainkan untuk melindungi industri dalam negeri," jelas Hendra.
Sementara dalam catatan IMA, konsumsi batubara domestik masih kecil sekali (sekitar 30%) dibandingkan dengan volume ekspor. "Penerapan BK akan membuat ekspor komoditas kita tidak kompetitif dan semakin menambah beban biaya operasional perusahaan ditengah tren harga yang sudah rendah," tutupnya.
Selanjutnya: Dirut Inhutani Dicky Yuana V Didakwa Terima Suap Rp 2,5 Miliar dan Mobil Rubicon
Menarik Dibaca: Promo HokBen Hari Ibu 22-24 Desember 2025, Paket Makan Berdua Cuma Rp 30.000-an/Orang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













