kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,75   -7,60   -0.82%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bea masuk memangkas ekspor CPO


Senin, 18 Desember 2017 / 11:33 WIB
Bea masuk memangkas ekspor CPO


Reporter: Abdul Basith, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan bea masuk (BM) impor minyak sawit yang tinggi oleh India berdampak pada ekspor minyak sawit pada bulan Oktober 2017. Menurut data yang dirilis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor minyak sawit menyusut setelah India menerapkan bea masuk yang cukup tinggi sehingga harga minyak sawit tidak kompetitif lagi.

Penjualan ekspor minyak sawit juga menyusut karena ekspor ke Pakistan juga berkurang. Padahal kedua negara ini merupakan negara tujuan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar Indonesia selain China. Justru permintaannya ekspor dari China naik sebesar 14% menjadi 423,740 ton.

Sekjen GAPKI Togar Sitanggang mengatakan, total volume ekspor minyak sawit Indonesia pada Oktober 2017 hanya sebesar 2,60 juta ton. Jumlah itu turun 5,6% dibandingkan ekspor pada September 2017. Rendahnya ekspor ini menyebabkan stok minyak sawit Indonesia naik 16% dari September 2017 menjadi 3,38 juta ton pada Oktober 2017.

Menurut Togar, permintaan minyak sawit Pakistan turun signifikan 32% menjadi 144.260 ton pada Oktober 2017. Penurunan permintaan CPO disebabkan karena Pakistan sedang memacu impor kedelai dan kanola.

Sementara untuk ekspor ke India turun 16% menjadi 544,170 ton. "Penurunan ekspor ke India karena faktor BM yang tinggi dan sedang giatnya negara ini mengisi stok kedelai mereka," ujar Togar kepada Kontan.co.id, Minggu (17/12). Dia bilang penurunan permintaan telah mempengaruhi pergerakan harga CPO. Saat ini rata-rata harga CPO bergerak di kisaran rata-rata US$ 724.9 per metrik ton.

Namun Togar yakin penurunan permintaan produk minyak sawit di pasar ekspor tidak berlangsung lama. Apalagi kedua komoditas, yakni minyak sawit dan kedelai memang saling mempengaruhi. Bila di satu sisi permintaan kedelai naik, maka berpengaruh pada permintaan minyak sawit yang menurun. Demikian sebaliknya, bila permintaan minyak sawit meningkat, permintaan kedelai turun.

Tak mengkhawatirkan 

Penurunan ekspor CPO pada Oktober 2017 juga dinilai belum pada tahap menghawatirkan. Direktur dan Investor Relation PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk Andi W Setianto mengatakan, sejauh ini produksi minyak sawit perusahaan mereka masih terserap di pasar. "Penjualan CPO dan produk sawit kami semua selalu terserap tanpa masalah," ujar Andi.

Bahkan, Andi bilang, permintaan CPO justru terus bertumbuh. Hal itu juga didorong oleh program mandatori Biodiesel-20 (B-20) yang mengharuskan penggunaan campuran CPO 20%, sehingga membuat serapan pasar tetap tinggi terhadap produk minyak sawit.

Ia bilang, ke depan emiten dengan kode saham UNSP ini juga meyakini penjualan minyak sawit akan terus meningkat. Hal tersebut disebabkan penggunaan minyak sawit sebagai bahan makanan dan bahan bakar semakin tinggi.

Andi yakin persaingan produk minyak sawit dengan minyak nabati lainnya akan dapat diatasi. Hal itu terlihat dari produktivitas minyak sawit yang lebih tinggi dibandingkan kedelai, jagung dan tanaman minyak nabati lainnya.

Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung menilai, meskipun ekspor CPO pada Oktober turun tapi tidak akan mempengaruhi produksi tahun depan. Ia optimis ekspor CPO tahun depan juga akan kembali menggeliat mengingat kebutuhan masyarakat global akan produk CPO terus meningkat. "Meskipun turun pada Oktober 2017 tapi kami prediksi ekspor CPO tahun ini bisa mencapai 26 juta hingga 28 juta ton," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×