kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beberapa Produsen Rokok Elektrik Berminat Investasi di Indonesia


Sabtu, 05 November 2022 / 18:03 WIB
Beberapa Produsen Rokok Elektrik Berminat Investasi di Indonesia
ILUSTRASI. Beberapa produsen rokok elektrik berminat investasi di Indonesia. KONTAN/Baihaki


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) turut berperan aktif meningkatkan nilai investasi di tanah air dengan menarik sejumlah pelaku industri potensial, termasuk sektor industri rokok elektrik. Dampak positif dari penanaman modal ini diyakini dapat memacu devisa dan penyerapan tenaga kerja sehingga mendongkrak ekonomi nasional.

“Ada beberapa produsen rokok elektrik yang berminat investasi di Indonesia. Sepengetahuan kami, ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan,” kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Edy Sutopo dalam siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (4/11).

Edy melihat, potensi bisnis rokok elektrik yang terus berkembang menjadi peluang bagi para produsen rokok untuk menyuntikkan modalnya di sektor tersebut. Tren rokok elektrik diperkirakan muncul di Indonesia sejak tahun 2010 dan semakin marak pada empat tahun kemudian.

Baca Juga: Industri Rokok Elektrik Diyakini Bakal Terus Tumbuh

Sampai saat ini, terdapat 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk rokok elektrik. Jumlahnya bertambah sekitar 40% dari total pengguna tahun lalu.

Dengan perkembangan yang pesat tersebut, pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih. Kemenperin pun masih menyiapkan pengaturan serta pengembangan terkait dengan mutu produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terus mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi.

“Pemerintah juga mendorong riset dan pengembangan untuk industri rokok elektrik yang masih baru sehingga produk yang dihasilkan bisa sesuai standar konsumen dan memiliki dampak lebih kecil terhadap kesehatan,” papar Edy.

Lebih lanjut, pemerintah sangat memperhatikan kesehatan anak-anak di bawah umur. Ini mengingat rokok elektrik hanya boleh digunakan untuk orang berusia 18 tahun ke atas.

“Rokok elektrik ini untuk 18 tahun ke atas. Perlu pemerintah bersama-sama pelaku usaha dan media juga ikut mengawasi. Kami sangat perhatian tentang perokok anak dan kami tidak ingin generasi muda kita terdampak,” imbuhnya.

Edy melanjutkan, pengenaan tarif cukai terhadap produk rokok elektrik merupakan bentuk pengakuan pemerintah terhadap industri tersebut.

Ketika dikenakan cukai pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik ini mencapai 98,9% dan meningkat pesat pada 2021 menjadi 629,3%. Dengan kata lain, rata-rata setiap tahunnya kontribusi cukai rokok elektrik naik 84,2%. Tahun ini rokok elektrik ditargetkan bisa menyumbang cukai hingga Rp 1 triliun. Angka tersebut naik dibandingkan dengan tahun 2021 yang kontribusinya diestimasi sekitar Rp 629 miliar.

Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah agar dapat merelaksasi tarif cukai untuk tahun depan. Saat ini, cukai diatur dalam PMK No. 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.

Relaksasi diperlukan mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Pada 2021, kontribusi rokok elektrik terhadap penerimaan cukai negara dari industri hasil tembakau (IHT) senilai Rp 629,3 miliar atau hanya 0,3% dari total penerimaan cukai hasil tembakau.

“Dengan kontribusi pajak masih 0,3% dari total produk IHT, maka kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan,” ujar Teguh.

Baca Juga: Tarif Cukai Rokok Elektrik Bakal Naik 15% Tiap Tahun

Menurutnya, pelaku usaha berharap agar pemerintah memberi relaksasi terhadap industri rokok elektrik karena statusnya sebagai industri sektor padat karya. Tenaga kerja yang sudah terserap oleh industri rokok elektrik sekitar 80.000 orang-100.000 orang. Jika memang ada relaksasi, tentu hal ini akan menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan negara.

Sementara itu, General Manager RELX Indonesia, Yudhistira Eka Saputra mengatakan, pihaknya tengah mengkaji peluang untuk membangun pabriknya di Indonesia. “Sebagai perusahaan global, tentu kami ingin membangun pabrik di banyak negara. Apalagi pasar Indonesia sangatlah besar, tetapi ini butuh kajian yang panjang sambil melihat perkembangan regulasi,” ucapnya.

Yudisthira juga mengemukakan, pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah yang tengah menyusun SNI untuk produk hasil tembakau termasuk rokok elektrik. Pihak RELX Indonesia berharap agar ke depannya dapat dipermudah untuk mendapatkan SNI, sehingga industri rokok elektrik bisa tumbuh lebih besar lagi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×