kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Begini kronologi mogok kerja 469 karyawan Aice yang berujung PHK versi manajemen


Minggu, 05 Juli 2020 / 13:12 WIB
Begini kronologi mogok kerja 469 karyawan Aice yang berujung PHK versi manajemen


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Alpen Food Industry melakukan PHK terhadap 469 karyawan yang melakukan aksi mogok kerja tidak sah. Langkah hukum ini diambil produsen es krim Aice ini sesuai dengan UU 13 tahun 2003 jo Permenaker 232 tahun 2003 setelah dua aksi mogok yang dilakukan oleh ratusan karyawan pada Desember dan Februari lalu.

Simon Audry Siagian, Legal Manager PT Alpen Food Industry menyebutkan penyebab aksi mogok disebabkan tuntutan kenaikan gaji yang terlalu tinggi. Sebanyak 469 buruh yang tergabung dalam Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) melakukan aksi mogok kerja karena menuntut kenaikan upah pokok dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 11 juta.

Baca Juga: Terpukul virus corona, nikel jadi logam industri dengan kinerja paling jeblok

“Jadi kami melakukan (pembicaraan) bipartit itu terjadi lima kali dari Oktober-November. Mereka tuntut kenaikan upah tahun 2020, maka ayo kita bahas di forum bipartit, tetapi ketika dibahas tuntutannya itu 15% dari penjualan yang ketika disimulasikan menjadi Rp 11 juta per bulan, ini ada di risalahnya,” ujarnya Sabtu (4/7)

Ditengah perundingan, pihak serikat buruh mengirimkan surat mogok kerja yang kemudian pihaknya membalas dengan ajakan berunding untuk mencapai kesepakatan. Mogok kerja yang terjadi pada 20,21 dan 23 Desember 2019 itu pun memiliki implikasi hukum karena dilakukan secara tidak sah ditengah perundingan.

“Perundingan menemui jalan buntu itu syarat mogok kerja, di dokumen kami jelas bahwa kami katakan ingin berunding lagi tetapi mereka mogok. Nah mogok pertama di Desember itu kami kualifikasikan sebagai mogok kerja tidak sah sesuai UU 13 dan Permenaker 232,” lanjutnya.

Permenaker 232 tahun 2003 pada pasal 3 huruf a menjelaskan mogok kerja tidak sah apabila dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan. Sedangkan pada pasal 4 dipertegas bahwa gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha dalam tenggang waktu 14 hari kerja.

Baca Juga: Masker kesehatan bikinan Polytron dijual 150.000 per 50 buah

“Atau perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan,” lanjutnya.

Akhirnya kedua belah pihak kembali melakukan mediasi dan pada tanggal 7 Januari 2020 mediator mengeluarkan anjuran. Pihaknya menerima anjuran namun pihak serikat buruh menolak anjuran dan melakukan gugatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan pada tanggal 21 Ferbuari 2020 kembali melakukan aksi mogok kerja yang berujung pada PHK.


Tag

TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×