Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Laporan keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk pada tahun lalu banyak disorot investor. Pasalnya, emiten berkode GIAA itu mendadak mencatatkan laba US$ 5,02 juta pada tahun lalu, padahal sebelumnya GIAA masih mencatatkan rugi yang cukup dalam.
Fuad Rizal, Direktur Keuangan GIAA menjelaskan pencatatan pendapatan dari PT Mahata Aero Teknologi secara akuntansi diperkenankan. Sesuai dengan PSAK 23 pencatatan tersebut dimasukkan ke dalam pendapatan yang bila dananya belum diterima akan masuk ke post piutang.
"Kita mesti pahami ada dua pendapatan yaitu hak ekslusif dan pendapatan dari iklan. Pendapatan dari iklan ini yang ada profit sharingnya (dicatat)," ujarnya di Tangerang, Rabu (8/5).
Secara hitung-hitungan, nominal yang dicatat sebagai pendapatan dari Mahata merupakan pendapatan profit sharing yang berasal dari iklan. Apalagi sesuai dengan kontrak kerjasama, maskapai BUMN ini menandatangani kontrak selama 15 tahun dengan Mahata.
"Karena ini profit sharing untuk pendapatan iklan, bagi Garuda tidak ada ruginya kasih 10-15 tahun. Walaupun kontraknya diputus, itu hak tagih sekitar US$ 270 juta itu tidak hilang," lanjutnya.
Yang jelas, menurutnya kerjasama dengan Mahata akan memberikan keuntungan bagi GIAA. Pasalnya, konsep bisnis Mahata membuat manajemen tidak perlu mengeluarkan dana investasi untuk penyediaan layanan wifi on board. Sehingga manajemen bisa meraup pendapatan dari penyediaan spot dan profit sharing dari iklan.
"Sebelumnya Garuda harus bayar ke vendor (wifi) per bulan, karena bayar itu kami harus charge ke penumpang kalau tidak salah US$ 21 untuk long haul. Dengan model baru ini Garuda tidak keluarkan biaya untuk layanan wifi dan penumpang bisa dapat gratis," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News