kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,72   -3,94   -0.44%
  • EMAS1.368.000 0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beleid Impor Direvisi Lagi, Pebisnis Rugi


Selasa, 28 Mei 2024 / 09:56 WIB
Beleid Impor Direvisi Lagi, Pebisnis Rugi
ILUSTRASI. Permendag No. 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor mendapat kritik pedas dari pengusaha manufaktur. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.


Reporter: Dimas Andi, Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 sebagai perubahan ketiga Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor mendapat kritik pedas dari kalangan pengusaha manufaktur. Apalagi, salah satu poin penting yang diubah dalam beleid ini adalah peniadaan kewajiban penyertaan Pertimbangan Teknis (Pertek) untuk sejumlah komoditas impor.

Salah satu sektor yang dirugikan oleh revisi Permendag impor adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan, produk-produk  tekstil impor bakal kembali membanjiri pasar domestik karena sekarang para importir tidak lagi diharuskan mengurus Pertek. Padahal, dengan adanya Pertek, data administrasi kegiatan impor bakal tertata lebih rapi dan neraca komoditas untuk industri TPT akan mudah terbentuk.

"Sekarang produk TPT lokal harus kembali head to head dengan produk impor dalam kompetisi yang tidak adil," kata Danang ketika ditemui KONTAN, Senin (27/5).

Baca Juga: Kebijakan Impor Kembali Direvisi, Industri Tekstil Terancam Makin Terpuruk

Tidak heran, isu pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mencuat. Data API memperlihatkan, jumlah karyawan industri TPT yang terkena PHK sejak 2020 sampai saat ini mencapai 62.000 orang. Angka ini tentu bisa lebih besar karena banyak perusahaan yang tidak melaporkan kasus PHK, termasuk dari kalangan pelaku industri kecil menengah (IKM).

Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) juga mengaku kecewa karena Permendag 8/2024 membuat para importir tidak lagi wajib memiliki Pertek dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Aturan ini memungkinkan masuknya produk-produk elektronik impor murah karena ada kelebihan pasokan di negara asalnya, terutama China. Hal ini berpotensi menggerus daya saing industri elektronik di dalam negeri hingga menimbulkan ketidakpastian investasi di sektor tersebut.

"Kami sebagai produsen elektronik sangat terkejut karena selama ini tidak ada masalah Pertek," ujar Sekretaris Jenderal Gabel Daniel Suhardiman, Senin (27/5).

Menurut Daniel, pengendalian impor merupakan kebijakan normal dan sudah banyak negara yang menerapkannya dengan efektik. Sayangnya, sekarang Indonesia justru kehilangan salah satu instrumen penting untuk mengendalikan impor.

Di sisi lain, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) bersyukur dengan revisi ketiga Permendag 36/2023. Sebab, para peritel barang branded kini bisa lebih mudah melakukan kegiatan impor. Pasokan barang impor branded pun kini mulai kembali membaik.

Baca Juga: APSyFI: Revisi Permendag 36/2023 Rugikan Pelaku Usaha Tekstil

Sebenarnya, Hippindo tidak ada masalah dengan kewajiban mengurus Pertek untuk memperoleh PI. Hanya saja, sejauh ini proses pengajuan Pertek oleh para peritel berlangsung cukup panjang dan memakan waktu lama. Padahal, Kemenperin sudah menyebut bahwa proses penerbitan Pertek hanya 5 hari kerja. 

"Mungkin karena peritel yang mengajukan Pertek cukup banyak dan beberapa HS (Harmonized System) Code produk pakaian branded tercampur dengan produk biasa. Ini cukup menyulitkan," terang Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah, Senin (27/5).

Hippindo berharap ke depannya pemerintah tidak tergesa-gesa dalam merumuskan peraturan impor dan harus mempertimbangkan masukan dari kalangan pengusaha yang terdampak oleh kebijakan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×