kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Belum Ada Investasi Baru di Hulu, Aphindo Beberkan Tantangan Harga Bahan Baku


Minggu, 27 Oktober 2024 / 20:31 WIB
Belum Ada Investasi Baru di Hulu, Aphindo Beberkan Tantangan Harga Bahan Baku
ILUSTRASI. Konsumen memilih produk alat rumah tangga berbahan plastik di toko perabotan di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (25/7/2024). Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) mengatakan akibat diserbu barang impor murah, industri hilir plastik harus mengurangi permintaan kepada industri hulu hingga 40%. Efeknya, sejumlah perusahaan hulu plastik kini menghentikan sejumlah mesinnya dengan alasan pemeliharaan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/25/07/2024.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hilir plastik dalam negeri masih menghadapi tantangan harga bahan baku seiring belum adanya investasi baru yang siginifikan di industri petrokimia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) Henry Chevalier mengatakan, selama ini kebijakan insentif yang diberikan Pemerintah kepada industri petrokimia masih berupa tariff barrier.

Baca Juga: Industri Hilir Plastik Terancam PHK, Aphindo Minta Pemerintah Ambil Langkah Konkret

"Proteksi terhadap industri petrokimia boleh-boleh saja tapi jangan proteksi dengan tariff barrier seperti anti dumping, bea masuk tambahan dan lain-lain. Kalau mau kebijakan non-tariff barrier. Misalnya pemberian tax holiday juika ada peningkatan kapasitas," ujar Henry kepada Kontan, Minggu (27/10).

Henry mengatakan, industri hilir plastik siap menyerap bahan baku dari dalam negeri selama harganya kompetitif.

Henry menjelaskan, saat ini sebagian pemenuhan kebutuhan bahan baku industri plastik dipenuhi dari impor. Sayangnya, produk bahan baku masih dikenakan tarif bea masuk yang cukup tinggi sehingga memberatkan industri hilir. 

Baca Juga: Impor Plastik Masih Sulit Dibendung

Implementasi kebijakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2009 mengatur ketentuan bea masuk untuk bahan baku plastik yang diimpor dari negara non-FTA dengan besaran tarif sekitar 10% hingga 15%.

Kebijakan ini dilakukan untuk melindungi industri petrokimia. Tapi di sisi lain justru dianggap memberatkan industri hilir.

"Waktu diusulkan PMK 19 itu didalam kajiannya mereka akan melakukan ekspansi penambahan kapasitas produksi dari penambahan suplai bahan baku plastikdalam negeri dengan rencana membangun Chandra Asri kedua tapi sampai saat ini realisasinya tidak pernah ada," imbuh Henry.

Henry menjelaskan, industri hilir plastik sempat mendapatkan angin segar pada 2010 silam saat Pemerintah menerapkan kebijakan Bea Masuk yang Ditanggung Pemerintah (BMDP).

Melalui kebiakan ini, impor bahan baku dikenakan bea masuk 0%.

Baca Juga: Impor Plastik Merajalela, Produsen Lokal Kelimpungan

Sayangnya, saat Pandemi Covid-19 melanda, Pemerintah mencabut kebijakan ini. Kondisi ini semakin memperberat langkah industri hilir plastik.

Aphindo pun mengusulkan agar Pemerintah Indonesia dapat mengambil kebijakan yang mempertimbangkan baik industri hulu maupun hilir.

Pihaknya pun turut mendukung pertumbuhan industri hulu dalam negeri.

"Sebenarnya industri hilir itu lebih senang kalau menggunakan bahan baku dalam negeri tapi dengan catatan harga yang combine. Masalahnya kan pricing," tegas Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×