kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belum Adanya Perda Ini Jadi Penghambat Penyediaan Hunian di Indonesia


Rabu, 02 Februari 2022 / 19:54 WIB
Belum Adanya Perda Ini Jadi Penghambat Penyediaan Hunian di Indonesia
ILUSTRASI. Pengembang menanti perda yang mengatur terkait pemungutan retribusi penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG).


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu kendala pengembang properti dalam membangun lebih banyak rumah hunian adalah karena belum adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur terkait pemungutan retribusi penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG). Ketiadaan perda ini dianggap sebagai penghambat ketersediaan rumah hunian di Indonesia, yang justru dapat membuat angka backlog perumahan semakin membengkak.

Sebagai informasi, backlog perumahan tersebut adalah jumlah kekurangan rumah yang didapat dari selisih antara jumlah kebutuhan akan rumah dengan jumlah rumah yang tersedia. Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat backlog perumahan nasional  rata-rata mencapai 11,4 juta dan cenderung jumlahnya bertambah setiap tahun.

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menilai regulasi terkait persetujuan bangunan gedung (PBG) masih menjadi hambatan para pengembang properti untuk mencapai kinerja industri properti yang lebih baik.

“Sebagai pengganti aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak 21 Oktober 2021 lalu, sampai sekarang hampir semua kabupaten ataupun kotamadya, belum memiliki Perda PBG. Sehingga ini menghambat pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan rumah real estate komersial, baik perumahan baru maupun perumahan lama yang belum terbit IMB nya,” ujar Sekjen DPP APERSI Daniel Djumali kepada Kontan.co.id, Rabu (2/2).

Baca Juga: PUPR Siapkan Rp 5,1 Triliun untuk Perumahan di 2022

Menurut Daniel, bila aturan PBG tertunda selama 6 bulan, maka akan terjadi idle investasi bidang properti sekitar Rp 150 triliun. Padahal investasi ini dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian dibidang properti maupun keuangan.

Di masa pandemi Covid-19, terbukti sektor properti menyerap puluhan juta tenaga kerja khususnya perumahan bagi MBR dan milenial. Belum lagi dampaknya bagi 170 sektor properti lainnya mulai dari semen, batu, pasir, keramik, genteng, meja, kursi, elekronika, lampu, dan lain-lain yang juga banyak menyerap jutaan tenaga kerja.

Untuk itu, Daniel menilai dibutuhkan adanya terobosan dan koordinasi yang guna mengurai kebuntuan masalah perizinan ini.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menambahkan, dengan adanya aturan jelas soal PBG, itu akan menggairahkan pasar properti. Ia menjelaskan di tahun 2021, dari 70.000 unit rumah MBR, yang terealisasi hanya sekitar 6.000 unit rumah.

“Realisasi tersebut tidak mencapai 10%. Dengan demikian, sisa dari rumah yang belum terealisasi, dapat segera terealisasi kalau perizinan terkait PBG dapat segera diterbitkan,” ucap Totok kepada Kontan.co,id, Selasa (1/2).

Totok menambahkan, dalam upaya mengurangi backlog perumahan langkah yang dibutuhkan adalah memperbanyak penyediaan rumah hunian. Dalam 1 tahun setidaknya dibutuhkan 1 juta unit rumah hunian agar dapat menutupi backlog perumahan secara berkala.

Di tahun 2022 ini, REI memperkirakan produksi rumah hunian jumlahnya akan meningkat dari tahun lalu. Ia memberi gambaran, kebutuhan rumah untuk segmen MBR sekitar 200.000 unit per tahun.

Baca Juga: Realisasi Program Sejuta Rumah Tahun 2021 Capai 1,11 Juta Unit, Ini Rinciannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×