Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) masih mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Panass Bumi (PLTP) Kamojang yang berlokasi di gugusan Gunung Guntur, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ini merupakan PLTP pertama di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1982.
Awalnya, PLTP Kamojang beroperasi dengan satu unit pembangkit yang berkapasitas sekitar 30 megawatt. Kemudian unit pembangkit yang kedua berdiri pada 29 Juli 1987 dan diikuti oleh unit ketiga pada 13 September 1987 dengan kapasitas masing-masing 55 MW. Alhasil, PLTP ini memiliki total kapasitas sebesar 140 MW.
Baca Juga: Menperin usul industri yang menikmati penurunan harga gas US$ 6 dapat bertambah
“Produksi listrik dari PLTP ini mencapai 2,4 giga watt hour (GWh) per tahun,” kata Vice President Public Relations PLN Dwi Suryo Abdullah, dalam siaran pers di situs PLN, Kamis (19/3).
PLTP Kamojang saat ini dikelola oleh anak usaha PLN yakni PT Indonesia Power melalui unitnya Kamojang Power Generation O&M Service Unit (POMU).
Walau berstatus sebagai PLTP pertama di Indonesia, kinerja PLTP Kamojang masih stabil. Buktinya, hingga tahun 2019, IP Kamojang POMU dapat menjaga kesiapan unit pembangkit atau equivalent availability factor (EAF) hingga di level 96,44.
Dwi menyebut, salah satu kunci utama yang menentukan kinerja PLTP adalah pemeliharaan secara rutin setiap 24 ribu jam atau setara 3 tahun sekali. Pemeliharaan mesin pembangkit dan pipa-pipa besar menjadi kunci utama PLTP Kamojang tetap beroperasi dan terjaga keandalannya dari ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut.
Baca Juga: Menteri ESDM: Harga gas US$ 6 per mmbtu mulai 1 April, termasuk untuk pembangkit
Agar produksi dan aliran listrik tidak terganggu, pemeliharaan selama 25 hari wajib dilakukan pada satu unit pembangkit secara bergantian. Dengan begitu, dua unit lainnya masih bisa beroperasi. PLN juga harus menjaga kelestarian hutan yang menjadi tempat pengerukan sumber panas bumi. Sumber panas bumi bisa terus dimanfaatkan jika air di sekitar hutan terjaga.
Oleh karena itu, berbeda dengan sumber energi fosil yang semakin dikeruk semakin habis, pengeboran energi panas bumi ini harus seimbang dengan keberlangsungan hutan dan gunung di sekitarnya.
“Secara sistem, ada sumber panas, air atau fluida. Lalu ada recharge agar fluida tidak habis yaitu dengan adanya sungai dan hutan. Jadi, kalau hutannya gundul, sumber panas bumi tidak bisa diambil. Makanya, perlu dijaga kelestarian hutan,” ungkap Dwi.
Lewat Indonesia Power, PLN juga memiliki program corporate social responsibility (CSR) untuk menjaga area tangkapan air. Perusahaan ini memberdayakan masyarakat sekitar untuk melakukan budidaya tanaman kopi pelag.
Baca Juga: Ini tanggapan PGN soal harga gas US$ 6 per mmbtu yang diterapkan per 1 April
Tanaman ini ditanam di kaki Gunung Papandayan oleh mitra binaan sebagai tanaman penyangga untuk mencegah longsor di daerah pegunungan. Upaya ini juga untuk menjaga daerah tangkapan air yang berfungsi sebagai natural recharge sumber uap panas bumi PLTP Kamojang.
Sebagai informasi, IP Kamojang saat ini mengelola 7 unit pembangkit yang berkapasitas 375 MW dan terbagi dalam 3 sub unit. Selain PLTP Kamojang, ada PLTP Darajat yang berada di Kabupaten Garut dengan satu unit berkapasitas 55 MW dan PLTP Gunung Salak yang berada di Kabupaten Bogor dengan kapasitas 180 MW.
IP Kamojang POMU juga mengelola PLTP Ulumbu yang berada di luar Jawa, tepatnya di Nusa Tenggara Timur dengan kapasitas 10 MW.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News