Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Agar produksi dan aliran listrik tidak terganggu, pemeliharaan selama 25 hari wajib dilakukan pada satu unit pembangkit secara bergantian. Dengan begitu, dua unit lainnya masih bisa beroperasi. PLN juga harus menjaga kelestarian hutan yang menjadi tempat pengerukan sumber panas bumi. Sumber panas bumi bisa terus dimanfaatkan jika air di sekitar hutan terjaga.
Oleh karena itu, berbeda dengan sumber energi fosil yang semakin dikeruk semakin habis, pengeboran energi panas bumi ini harus seimbang dengan keberlangsungan hutan dan gunung di sekitarnya.
“Secara sistem, ada sumber panas, air atau fluida. Lalu ada recharge agar fluida tidak habis yaitu dengan adanya sungai dan hutan. Jadi, kalau hutannya gundul, sumber panas bumi tidak bisa diambil. Makanya, perlu dijaga kelestarian hutan,” ungkap Dwi.
Lewat Indonesia Power, PLN juga memiliki program corporate social responsibility (CSR) untuk menjaga area tangkapan air. Perusahaan ini memberdayakan masyarakat sekitar untuk melakukan budidaya tanaman kopi pelag.
Baca Juga: Ini tanggapan PGN soal harga gas US$ 6 per mmbtu yang diterapkan per 1 April
Tanaman ini ditanam di kaki Gunung Papandayan oleh mitra binaan sebagai tanaman penyangga untuk mencegah longsor di daerah pegunungan. Upaya ini juga untuk menjaga daerah tangkapan air yang berfungsi sebagai natural recharge sumber uap panas bumi PLTP Kamojang.
Sebagai informasi, IP Kamojang saat ini mengelola 7 unit pembangkit yang berkapasitas 375 MW dan terbagi dalam 3 sub unit. Selain PLTP Kamojang, ada PLTP Darajat yang berada di Kabupaten Garut dengan satu unit berkapasitas 55 MW dan PLTP Gunung Salak yang berada di Kabupaten Bogor dengan kapasitas 180 MW.
IP Kamojang POMU juga mengelola PLTP Ulumbu yang berada di luar Jawa, tepatnya di Nusa Tenggara Timur dengan kapasitas 10 MW.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News