kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Biaya logistik industri membengkak akibat fasilitas infrastruktur yang minim


Jumat, 10 Juni 2011 / 17:19 WIB
Biaya logistik industri membengkak akibat fasilitas infrastruktur yang minim


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pemerintah harus mempercepat penyelesaian masalah infrastruktur dan logistik untuk mendukung pertumbuhan industri. Selama ini, biaya logistik menjadi salah satu komponen pengeluaran terbesar industri di dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur mengatakan, biaya logistik di Indonesia mencapai lebih dari 15% dari biaya yang dikeluarkan industri. Padahal di negara lain seperti Jepang, biaya logistik hanya sekitar 5%. "Biaya logistik yang tinggi melemahkan daya saing industri kita," kata Natsir, Jumat (10/6).

Natsir mengatakan, yang mempengaruhi tingginya ongkos logistik bukan cuma infrastruktur jalan tapi juga hal lain termasuk gudang, kapal dan pelabuhan. Dia mencontohkan biaya logistik yang paling tinggi terutama terjadi pada penyeberangan dari Merak ke Bakauheni. Jika terjadi macet, maka akan menyebabkan kenaikan harga barang di Sumatera hingga mencapai 30%.

Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sinduwinata mengatakan, selama ini pengusaha mencari jalan sendiri untuk mengatakan infrastruktur yang tidak memadai menyebabkan inefisiensi baik waktu maupun biaya.

Sebagai contoh truk yang menempuh perjalanan dari Bekasi ke Tanjung Priok bisa memakan waktu tiga hari karena truk harus menginap di jalan. "Padahal truk sebenarnya masih bisa dipergunakan untuk keperluan yang lain," kata Gunadi.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia M Chatib Basri meminta pemerintah selama satu tahun ini fokus menyelesaikan persoalan infrastruktur dan logistik dulu. Hal itu menurutnya harus didukung oleh semua kementerian.

Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengatakan, selama ini biaya logistik di Indonesia mencapai 17%. Padahal untuk bisa bersaing dengan negara lain, biaya logistik seharusnya lebih rendah. "Idealnya di bawah 10%, karena negara kompetitor di bawah 10% semua," kata Hidayat.

Sayangnya persoalan infrastruktur yang menyebabkan tingginya biaya logistik, hanya sekitar 20% yang menjadi wewenang Kementerian Perindustrian, sisanya berada di kementerian lain. Hidayat mengatakan, industri terus mengalami pertumbuhan selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009 pertumbuhan industri hanya 2,3% tapi pada tahun 2010 pertumbuhannya sudah mencapai 5%.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan sektor industri masih menyumbang PDB hingga 24,82% pada 2010, dengan industri manufaktur non migas berkontribusi 21,55%. Di sisi lain, tren kontribusi terhadap PDB itu terus mengalami penurunan sejak tahun 2005. "Untuk sektor lain terutama sektor non-tradable, tumbuhnya lebih cepat," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Slamet Sutomo.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×