Reporter: Vina Elvira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekosistem bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam negeri dikhawatirkan terancam akibat mencuatnya perdagangan cross border, baik di e-commerce maupun social commerce Indonesia.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menilai, agar produk UMKM bisa berkompetisi dengan harga barang impor yang sangat murah diperlukan revisi Permendag Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), yakni adanya aturan harga batas produk yang diimpor tidak boleh harganya di bawah US$ 100.
Menanggapi hal ini, salah satu pelaku e-commerce Tanah Air, Tokopedia menyatakan bahwa pihaknya saat ini masih mempelajari dan terus berkoordinasi dengan pihak internal, pemerintah dan berbagai pihak terkait peraturan tersebut.
Baca Juga: Asosiasi E-Commerce Ungkap Tiktok Tak Punya Izin Bisnis Cross Border di Indonesia
“Untuk saat ini, kami masih mempelajari dan terus berkoordinasi dengan pihak internal, pemerintah dan berbagai pihak terkait peraturan tersebut, serta dampaknya pada bisnis Tokopedia,” ungkap Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Muhammad Hilmi Adrianto, Jumat (28/7).
Dia menegaskan bahwa Tokopedia adalah 100% marketplace domestik yang tidak memungkinkan adanya impor langsung (cross-border) di dalam platform.
Menurut pemaparan Hilmi, penjual di Tokopedia yang sekarang berjumlah lebih dari 14 juta juga hampir 100%-nya merupakan pelaku UMKM yang berada atau berdomisili di Indonesia.
Sebelumnya, Inisiatif Project S milik platform media sosial, TikTok tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, inisiatif yang memungkinkan perluasan produk China di suatu negara ini diyakini bakal mengancam keberadaan UMKM di negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News