Reporter: Agung Hidayat, Ramadhani Prihatini | Editor: Rizki Caturini
BEKASI. Produsen farmasi menatap positif pertumbuhan permintaan produk farmasi tahun 2017. Keyakinan datang dari kenaikan kebutuhan obat-obatan, terutama dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sie Djohan, Direktur Pengembangan Bisnis PT Kalbe Farma Tbk, bilang, kenaikan pasar farmasi tersebut mengacu pada pertumbuhan pendapatan mereka tahun ini yang optimistis tumbuh 10%. “Kami tak segan mematok pertumbuhan tahun depan 15%,” ujar Djohan, Selasa (20/12).
Sampai kuartal II 2016, Kalbe Farma menuai kenaikan pendapatan 9,5% menjadi Rp 14,37 triliun, dibandingkan realisasi tahun lalu, Rp 13,12 triliun. Pertumbuhan pendapatan Kalbe Farma tak jauh beda dengan pertumbuhan industri farmasi keseluruhan.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai kuartal III 2016 industri farmasi dan obat tradisional tumbuh 11,26%. Djohan bilang, pendapatan tersebut tak hanya dari bisnis obat saja, melainkan juga dari makanan dan alat kesehatan.
Selain Kalbe Farma, produsen obat seperti PT Indofarma (Persero) Tbk juga memproyeksikan kenaikan pasar di tahun depan. Meski begitu, produsen obat pelat merah ini memproyeksikan pertumbuhan mini, 4,58% di 2017.
Yaser Arafat, Sekretaris Perusahaan Indofarma, bilang, pertumbuhan berasal dari kenaikan kebutuhan obat-obatan untuk program JKN. Yaser menilai, pertumbuhan penjualan lebih kentara dari sisi volume ketimbang nilai. Alasannya, permintaan yang mengalami kenaikan adalah obat -obatan generik berharga murah. “Alhasil ada pergeseran dari sisi nilai,” kata Yaser.
Meski begitu, sampai September 2016, pendapatan Indofarma naik 9,2% menjadi Rp 868,6 miliar. Tahun depan, Yaser mematok target penjualan Rp 2,1 triliun.
Berbeda dengan produsen obat, PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk justru melihat pasar farmasi dalam negeri yang tahun ini cenderung stagnan. Dyah Eka Budiastuti, Sekretaris Perusahaan Taisho Pharmaceutical Indonesia, bilang, pihaknya lebih banyak mengekspor ketimbang memasarkan di dalam negeri. "Produk kami di Indonesia masih flat, sekitar tumbuh 2%,” kata Dyah kepada KONTAN, Selasa (20/12).
Menurut Dyah, hampir 70% produk yang mereka produksi ekspor ke berbagai negara. Sisanya baru dipasarkan di dalam negeri. Saat ini ada dua produk andalan mereka di dalam negeri, yakni Tempra dan Counterpain. "Kami masih pegang market share cukup baik untuk Counterpain dan Tempra ini," kata Dyah.
Dari sisi kinerja, sampai kuartal III 2016, pendapatan emiten berkode saham SQBB itu naik 8,4% jadi Rp 423 miliar. Kenaikan pendapatan SQBB terbesar dari penjualan ekspor, meningkat naik 20% menjadi Rp 140 miliar. Angka ekspor ini naik ketimbang pencapaian kuartal III tahun lalu Rp 120 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News