Reporter: Diki Mardiansyah, Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Wajar saja pelaku usaha lokal was-was dengan Starlink. Pasalnya, tarif internet Starlink ternyata cukup terjangkau. Di Rwanda misalnya, Starlink menyediakan layanan internet berkecepatan 200 Mbps dengan tarif US$ 20 per bulan atau setara Rp 307.500 (acuan kurs Rp 15.375 per dollar AS).
"Keberadaan Starlink juga dapat menimbulkan risiko ketergantungan infrastruktur terhadap pemain global, yang mungkin berdampak pada kedaulatan siber nasional," ungkap Arif, Kamis (21/9).
Makanya, para pemain jasa internet nasional dituntut mengedepankan keunggulan lokal dan terus berinovasi dengan berlandaskan aspek keberlanjutan. Hal ini demi meningkatkan kualitas layanan dan terciptanya tawaran paket internet dengan tarif kompetitif kepada konsumen.
Baca Juga: Telkom (TLKM) Sediakan Akses Internet di Wilayah Terpencil Papua Pegunungan
Di sisi lain, pelaku usaha lokal tetap harus terbuka untuk bekerja sama dengan Starlink demi mencapai tujuan layanan internet yang lebih berkualitas. Di atas kertas, kehadiran Starlink dapat mendorong aksesibilitas internet di daerah terpencil yang selama ini sukar dipenuhi oleh pebisnis jasa internet lokal.
"Starlink juga bisa mendorong digitalisasi di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan UMKM di daerah terpencil," imbuh Arif.
Group Head Corporate Communications PT XL Axiata Tbk (EXCL) Retno Wulan menganggap kehadiran Starlink di Indonesia akan memberikan beragam pilihan teknologi yang dapat mendukung para operator untuk dapat menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi, khususnya di beberapa wilayah pelosok Tanah Air melalui penyediaan backhaul.
Baca Juga: Berkongsi Dengan Starlink Elon Musk, Cek Rekomendasi Saham Telkom Indonesia (TLKM)
Namun, bila Starlink melakukan kegiatan bisnis berupa penyediaan layanan internet secara langsung kepada konsumen akhir atau bersaing dengan operator jasa internet lainnya, maka diperlukan regulasi yang seimbang dari pemerintah.
"Aturan yang kuat bisa menciptakan kerja sama yang adil antara penyelenggara telekomunikasi dan OTT dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat," jelas dia, Kamis (21/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News