Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
Kondisi serupa dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang mengklaim sulit untuk menerapkan harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU mengingat kondisi saat ini.
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk Gigih Prakoso Soewarto mengatakan, agar pelanggan industri bisa menikmati harga gas sebesar US$ 6 per MMBtu, maka harus ada target penurunan harga gas di sektor hulu menjadi sekitar US$ 4—US$ 4,5 per MMBtu. Kemudian diikuti oleh biaya penyaluran distribusi gas sekitar US$ 1,5—US$ 2 per MMBtu.
Namun, pada kenyataannya PGAS masih harus membutuhkan biaya penyaluran distribusi di kisaran US$ 2,6—US$ 3,2 per MMBtu.
Baca Juga: Pertamina gandeng Ojol untuk salurkan produk ke konsumen
“Kalau tetap harus diimplementasikan maka akan menurunkan kinerja keuangan kami. Bukan mustahil kami akan mengalami kerugian,” terang dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Virtual bersama DPR RI, Kamis (16/4).
Untuk itu, PGAS terus berupaya mengajukan berbagai usulan kompensasi dan insentif kepada pemerintah. Perusahaan ini telah mengusulkan adanya insentif untuk badan usaha yang bergerak di sektor hilir gas bumi, namun hal tersebut masih dalam pembahasan mendalam.
“Kami harapkan dukungan dari pemerintah, termasuk bagaimana dengan mekanisme insentif ini,” kata Gigih.
Manajemen PGAS juga mengusulkan agar perusahaan ini juga bisa memperoleh kompensasi penyaluran gas ke sektor industri dalam bentuk penggantian biaya dari pemerintah. Hal ini seperti yang didapatkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero) ketika menyalurkan subsidi listrik dan BBM.
Baca Juga: Ada 11 juta pelanggan listrik 1.300 VA, akankah dapat diskon tarif?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News