kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis vaksin memiliki barriers to entry tinggi


Senin, 24 Agustus 2020 / 18:15 WIB
Bisnis vaksin memiliki barriers to entry tinggi
ILUSTRASI. Vaksin virus corona. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usaha pengembangan vaksin kembali menjadi perbincangan hangat menyusul adanya program pengembangan vaksin virus corona (covid-19) oleh pemerintah.  Meski begitu, nampaknya hambatan masuk pasar alias barriers to entry yang cukup tinggi membuat bidang usaha vaksin secara umum belum banyak dilirik oleh pemain industri farmasi.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi), Dorojatun Sanusi mengatakan, upaya pengembangan suatu vaksin membutuhkan keahlian dan teknologi khusus memakan waktu yang tidak sebentar, yakni bisa mencapai beberapa tahun.

Tidak hanya itu, bisnis vaksin juga memerlukan investasi yang tidak sedikit. Maklum, bisnis vaksin membutuhkan sarana dan prasarana dengan standar kesehatan yang khusus. Hal ini tidak hanya berlaku pada proses produksi, namun juga pada proses distribusi.

Dorojatun bilang, untuk menyimpan sebuah produk vaksin dibutuhkan fasilitas pendingin dengan temperatur yang khusus, yakni sekitar 2 - 8 derajat celcius. Oleh karenanya, proses pendistribusiannya tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun membutuhkan rantai dingin atau cold chain hingga sampai sasaran distribusi paling akhir agar kualitasnya terjaga.

Baca Juga: Begini prospek bisnis kemasan di tengah pandemi Covid-19

Di sisi lain, bisnis vaksin juga memiliki pasar yang terbatas dan bisa bersifat tidak kontinyu, sebab imunisasi vaksin menyasar penyakit yang sangat spesifik. Itulah sebabnya, menurut Dorojatun, pemain vaksin di dalam negeri belum banyak jumlahnya.

“Fungsi utama vaksin itu kan memberikan kekebalan imunitas. Kalau sudah sebagian besar masyarakat dan pemerintah menentukan bahwa masyarakat tidak memerlukan lagi imunisasi ya sudah itu selesai,” kata Dorojatun kepada Kontan.co.id, Senin (24/8).

Bisnis vaksin memang belum banyak dilakukan oleh pemain industri farmasi di dalam negeri. Sejauh ini, bisnis tersebut masih didominasi oleh pemain lama, yakni perusahaan pelat merah, PT Bio Farma (Persero). 

Saat ini, induk holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi tersebut bahkan terlibat dalam pengadaan vaksin corona di dalam negeri. Pada 20 Agustus 2020 lalu, Bio Farma telah menandatangani perjanjian Preliminary Agreement of Purchase and Supply of Bulk Production of Covid -19 Vaccine.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Bio Farma dipastikan akan menerima 50 juta dosis bulk atau konsentrat vaksin corona ready to fill (RTF) sampai dengan Maret 2021 mendatang. bulk yang sudah sampai tersebut 

Pengiriman bulk vaksin oleh Sinovac tersebut akan dilakukan dalam beberapa tahapan; 10 juta dosis bulk vaksin corona pertama akan dikirim pada bulan November 2020. Selanjutnya,  pengiriman tersebut akan dilanjutkan dengan pengiriman 10 juta bulk vaksin berikutnya pada Desember 2020, serta pengiriman 10 juta bulk vaksin corona per bulan selama Januari - Maret 2021.

Nantinya, Bulk vaksin corona yang sampai di Indonesia akan uji terlebih dahulu serta didaftarkan ke Badan POM sebelum dilanjutkan ke proses filling and packaging untuk menjadi produk akhir. Sementara itu, kegiatan distribusi akan dilakukan oleh subholding BUMN farmasi, di antaranya yakni PT Indofarma Tbk melalui entitas anak usaha, PT Indofarma Global Medika (IGM).

Indofarma Global Medika memang bukan pemain baru di bidang distribusi vaksin. Presiden Direktur PT Indofarma Global Medika, Indra Dewantara mengatakan, pihaknya sudah mendistribusikan vaksin-vaksin produksi Bio Farma mulai dari vaksin polio, hepatitis, dan lain-lain sejak tahun 2013 lalu. Saat ini cabang distribusi PT Indofarma Global Medika berjumlah 29 cabang di sejumlah wilayah di Indonesia.

“Kami sudah punya sertifikat CCP (Cold Chain Product) khusus untuk produk rantai dingin,” tambah Indra saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (24/8).

Baca Juga: Pengembangan vaksin Covid-19 Kalbe Farma: Uji klinis fase 2 hingga November 2020

Ketika ditanyai soal prospek bisnis vaksin secara umum, Indra menilai bahwa bisnis distribusi vaksin masih cukup prospektif ke depannya. “Apalagi untuk melaksanakan ibadah haji atau umroh wajib untuk dilakukan vaksinasi, belum lagi imunisasi wajib untuk balita 2 (tahun),” imbuh Indra.

Di lain pihak, pemain baru di bidang pengembangan vaksin, PT Kalbe farma Tbk juga menjajal bisnis vaksin. Sebagaimana yang telah dimuat dalam pemberitaan KOntan.co.id sebelumnya, saat ini emiten berkode saham “KLBF” tersebut tengah mempersiapkan protokol uji klinis vaksin corona tahap dua di Indonesia.

Berbeda dengan Bio Farma dan KLBF, PT Darya-Varia Laboratoria Tbk belum melirik bisnis vaksin. Corporate Secretary PT Darya-Varia Laboratoria Tbk, Widya Olivia Tobing mengungkapkan, pihaknya belum memiliki rencana untuk merambah bisnis vaksin. “Belum ada rencana, karena kami tidak di bisnis vaksin,” kata Widya singkat saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (24/8).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×