Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengakui adanya down-sizing atau perampingan dalam nilai investasi serta kapasitas produksi proyek ekosistem baterai, khususnya proyek Dragon.
Proyek Dragon adalah sebutan bagi proyek kerjasama Indonesia melalui PT Industri Baterai Indonesia atau Industry Battery Corporation (IBC) dengan perusahaan China, Ningbo Contemporary Brunp Legend Co Ltd (CBL) yang merupakan subsidiari dari Contemporary Amperex Technology Co Ltd. (CATL).
Asal tahu saja, IBC pada 16 Oktober 2024 lalu telah membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV) manufaktur sel baterai dengan CBL, dengan tujuan meningkatkan industri baterai EV di Indonesia.
Menurut Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan, perampingan ini terjadi karena pihak CATL telah mendapatkan Outward Direct Investment (ODI) dari pemerintah China.
Yang kemudian melakukan evaluasi atas proyek CATL di Indonesia kemudian memutuskan perampingan karena melihat demand dari mobil listrik tidak seperti yang diharapkan.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Hadapi Sejumlah Tantangan dalam Menarik Investasi Langsung
"Berdasarkan perkembangan yang terjadi, bahwa demand dari mobil listrik juga sedang tidak seperti yang diharapkan. Sehingga begitu dianalisa, oh ini belum sampai pada kapasitas sebesar itu sehingga diberikan kapasitas yang di bawah itu," jelas Nurul di Jakarta, Rabu (23/04).
Lebih lanjut, Nurul menjelaskan bahwa investasi CATL akan menjadi setengah dari apa yang dijanjikan di awal perjanjian.
"Karena yang tadinya di level tertentu, diturunkan menjadi setengahnya, ini yang kemudian kan harus dihitung ulang kembali," tambahnya.
Lebih lanjut, Nurul menyebut perampingan ini akan berpengaruh juga pada skala keekonomian, termasuk penyesuaian bahan baku, mesin hingga lahan produksi.
"Berkurangnya ini kemudian dihadapkan pada skala ekonominya hitungannya bagaimana? Karena nanti akan punya perhitungan berapa tahun dia bisa balik modal, berapa keuntungan yang bisa dia dapatkan dan seterusnya dan seterusnya sampai nanti catch up pada jumlah yang tertentu bahkan ada tambahan investasi lagi untuk meningkatkan kapasitasnya,” tutupnya.
Sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR, Senin (17/2) Direktur Utama IBC, Toto Nugroho mengatakan bahwa nilai investasi awal CATL adalah US$ 1,18 miliar atau setara dengan Rp 19,13 triliun (asumsi kurs Rp 16.213 per dollar AS) bersamaan dengan kapasitas produksi 15 gigawatt hour (GWh) per tahun.
Setelah mendapatkan ODI dari pemerintahnya, CATL kemudian memangkas investasi menjadi US$ 417 juta dengan kapasitas produksi 6,9 GW.
"ODI approval yang kami peroleh dari mereka (CATL) baru setengahnya. Sekitar 6,8 GW dengan US$ 417 juta," kata Toto kepada DPR beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Malaysia Tarik Produk RI Halal Mengandung Unsur Babi, Ini Mereknya
Selanjutnya: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,02% ke Rp 16.884 per Dolar AS pada Kamis (24/4)
Menarik Dibaca: 13 Cara Mengobati Kolesterol secara Alami yang Efektif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News