Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) beserta perwakilan Anggota Komisi VII DPR RI melakukan monitoring dan pengawasan pemanfaatan kuota jenis BBM tertentu (JTB) atau solar bersubsidi untuk konsumen pengguna kereta api umum penumbang dan angkutan barang PT Kereta Api (Persero) Divisi Regional III Palembang.
Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyampaikan, kuota solar subsidi yang diberikan BPH Migas untuk PT KAI pada tahun 2019 sebesar 243.262 kiloliter. Adapun realisasinya sebesar 246.025 kiloliter atau setara 101,14% sehingga terjadi kelebihan kuota 1,14%.
“Jika dikalikan dengan harga jual ecerannya sebesar Rp 5.150, maka kuota tahun kemarin senilai Rp 1,2 triliun,” ujar sosok yang akrab disapa Ifan tersebut dalam siaran pers di situs BPH Migas, Kamis (6/8).
Baca Juga: BPH Migas tetapkan tarif pengangkutan gas bumi untuk dua ruas
Untuk mencegah terjadinya kelebihan kuota di tahun 2020, maka penetapan kuota BBM subsidi ditetapkan setiap triwulan.
Ifan menyebut, untuk kuartal I-2020 BPH Migas telah menetapkan kuota solar subsidi untuk kereta api sebesar 51.250 kiloliter sedangkan realisasinya 55.332 kiloliter (107,96%). Kemudian untuk kuartal II-2020 kuota solar subsidi naik menjadi 61.000 kiloliter. Namun, karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka realisasinya hanya 12.774 kiloliter (20,94%).
“Untuk kuartal ketiga kuotanya sama dengan kuartal dua yaitu 61.000 kiloliter,” jelas Ifan.
Lebih lanjut, BPH Migas sudah mengecek terdapat angkutan kereta api barang untuk batubara ekspor ke China, India, Vietnam, Malaysia, dan Burnei Darussalam yang menggunakan BBM Subsidi.
Kereta tersebut rata-rata mengangkut 1 juta ton batubara dengan konsumsi BBM sebanyak 3.500 kiloliter per bulan atau senilai kisaran Rp 15,7 miliar per bulan atau Rp 189 miliar dalam satu tahun.
Ifan berharap, penggunaan minyak solar subsidi dapat digantikan dengan Liquified Natural Gas (LNG) atau gas alam cair sehingga subsidi BBM menjadi lebih hemat. “Selain Harga LNG yang lebih murah, produk tersebut juga tergolong clean energy,” tutur dia.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Sumsel II H. Yulian Gunhar mendukung penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api segera diimplementasikan dalam tahap komersialisasi.
Menurutnya, subsidi BBM hanya diperuntukan bagi rakyat Indonesia di dalam negeri guna menggerakkan roda perekonomian.
“Jadi kereta api angkutan barang komoditas ekspor tidak layak diberikan subsidi BBM. Oleh karena itu, kami mendukung penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta menggantikan minyak solar,” jelas Gunhar.
Ia menambahkan, rencana penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api telah dimulai sejak tahun 2015 yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Baca Juga: SKK Migas: Pengeboran Blok Rokan oleh Chevron ditargetkan dimulai pada November
Hal ini untuk mendukung program pemerintah dalam rangka diversifikasi energi dengan melakukan konversi pemakaian BBM ke BBG.
Gunhar juga menyampaikan, penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api telah digunakan di beberapa negara seperti di Amerika Serikat, Kanada, Rusia, dan India.
Berdasarkan hasil uji coba DDF LNG pada kereta pembangkit yang dilakukan oleh PT KAI pada tahun 2016, terdapat penurunan konsumsi minyak solar sebesar 71%. Pasokan LNG berasal dari Bontang dengan menggunakan isotank melalui perjalanan laut dan darat.
Selain penghematan biaya konsumsi BBM, penggunaan LNG juga mempunyai beberapa manfaat, seperti sifatnya sebagai bahan bakar alternatif yang bersih dan ekonomis, mendorong pemanfaatan gas bumi di dalam negeri, mengurangi impor dan subsidi solar (diesel fuel), mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh emisi mesin diesel, dan memperpanjang periode pemeliharaan mesin diesel sehingga biaya pemeliharaan berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News