Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan, sekitar 20% iklan obat bebas yang ada di berbagai media masih menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Sementara untuk iklan obat keras, hanya 1%-2% yang menyalahi aturan.
Salah satu bentuk pelanggaran itu, banyak iklan yang skrip penayangannya berbeda dengan skrip yang diajukan kepada BPOM. Perubahan itu dilakukan oleh produsen. "Ada yang sengaja mengubah ada juga yang tidak," kata Kasubdit Pengawasan, Penandaan dan Promosi Produk Kesehatan BPOM Tuning Nina, Kamis (30/7).
Penyimpangan lain yang sering terjadi, para produsen obat tidak melaporkan iklan obat yang akan mereka tayangkan. Selain itu, ada juga yang menayangkan iklan yang belum mengantongi izin edar.
Tuning mencontohkan, produk iklan obat tidak boleh memperlihatkan dokter berseragam yang diperankan tokoh masyarakat. Apalagi kalau dalam iklan tersebut si dokter memberi obat ke pasien. "Kalau masyarakat simpatik dengan tokoh itu, ia akan tidak objektif dalam mencermati produk obat yang diiklankan," ucapnya.
Tuning mengungkapkan, dalam mengiklankan produk obatnya, produsen harus memenuhi beberapa ketentuan. Pertama, iklan tersebut harus objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. Jadi, iklan obat tidak boleh menjanjikan orang yang mengonsumsi obat akan sembuh dalam waktu yang pasti.
Kedua, iklan obat tidak boleh menjanjikan hadiah langsung berupa barang maupun jasa. Ketiga, iklan obat itu tidak boleh mengeksploitasi rasa takut terhadap suatu penyakit tertentu.
Keempat, iklan obat yang hanya boleh dikonsumsi dengan resep dokter tidak boleh disebarkan secara luas. Iklan obat semacam ini hanya diizinkan melalui media publikasi khusus farmasi atau jurnal kedokteran.
BPOM menegaskan, mereka tidak akan segan mencabut izin edar suatu obat jika iklan promosi obat tersebut tidak sesuai aturan yang berlaku. Pencabutan izin akan langsung dilakukan terutama jika iklan obat itu memiliki dampak fatal kepada masyarakat. Obat tersebut juga akan langsung ditarik dari pasaran.
Tapi, jika dampak iklan yang menyalahi aturan itu di masyarakat ringan, BPOM hanya akan memberikan surat teguran kepada produsen obat. BPOM juga akan menghentikan sementara penayangan iklan tersebut, yaitu selama 30 hari. Dalam waktu itu, produsen sudah harus memperbaiki iklan tersebut.
Jika produsen tidak juga memperbaiki iklan itu, BPOM akan kembali memberi surat peringatan. Surat peringatan akan diberikan maksimal tiga kali. "Kalau masih membandel maka izin edar langsung dicabut," tegas Tuning.
Pengamat kesehatan dr. Hendrawan Nadesul mendukung langkah BPOM tersebut. Ia juga menyarankan agar pasien selalu bersikap kritis dalam mengonsumsi obat, termasuk obat dari dokter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News