Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
KONTAN.CO.ID - AKARTA. Upaya mencegah dan mengatasi perubahan iklim membutuhkan keterlibatan semua pihak termasuk generasi muda. Kontribusi generasi muda seperti mahasiswa untuk memanfaatkan sebesar-besarnya energi terbarukan menjadi kunci mitigasi perubahan iklim melalui sektor energi.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mencegah kenaikan temperatur global tidak lebih dari 1,5 C dibutuhkan tindakan yang drastis, yaitu mengubah sistem energi menuju dekarbonisasi secepat mungkin. "Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang beragam dan dipadu dengan pemanfaatan teknologi terkini, sehingga dapat melakukan transformasi sistem energi berbasis pada energi terbarukan yang layak secara teknis dan layak secara ekonomim," katanya dalam Webinar Nasional dengan tema “Cegah Krisis Iklim dengan Energi Bersih” pada Rabu (29/9/2021).
Menurut Fabby, peralihan (transisi) dari energi fosil yang banyak menghasilkan karbon ke energi terbarukan yang lebih bersih sangat penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim. Perubahan iklim dipicu oleh peningkatan emisi karbon di bumi. "Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Paris Agrement pada 2015 telah menyepakati perlunya pembangunan berkelanjutan dengan salah satunya mengadopsi kebijakan transisi energi," sebutnya.
Yang terang, kebijakan tersebut meminta negara-negara secara bertahap untuk mentransformasi energinya dengan mengurangi dan meninggalkan energi fosil menuju penggunaan energi terbarukan yang nirkarbon dan lebih ramah lingkungan. Tujuannya, agar kenaikan suhu bumi tidak melewati 20C pada 2030 untuk mencegah dampak perubahan iklim.
Dalam kesempatan yang sama, Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengemukakan, energi baru terbarukan menjadi salah satu sektor yang akan dikembangkan dalam rangka transisi energi menuju energi bersih untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan net zero emission.
Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam penurunan emisi serta arahan Presiden RI melalui COP 21 Tahun 2015 Menurunkan Emisi GRK 29% (kemampuan sendiri) atau 41% (bantuan internasional) pada 2030 sesuai NDC, Leader Summit on Climate Tahun 2021 (Membuka investasi terhadap transisi energi melalui pengembangan biofuel, industri baterai lithium, dan kendaraan listrik), dan pidato kenegaraan tahun 2021 (Transformasi menuju EBT, serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau, akan menjadi perubahan penting dalam perekonomian kita. "Presiden dalam beberapa kesempatan telah memberikan arahan bahwa transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai," ujarnya.
Green economy, green technology, dan green product harus diperkuat agar kita bisa bersaing di pasar global dan pemerintah telah merencanakan untuk membuat green industrial park yang rencananya akan disiapkan di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan hydropower. Pembangkit listrik tersebut akan menghasilkan energi hijau, baru terbarukan, yang akan disalurkan kepada kawasan industri hijau sehingga muncul produk-produk hijau dari sana.
Saat ini sudah disusun Roadmap EBT menuju Net Zero Emission dari tahun 2021-2060, dimana pada tahun 2060 harapannya semua pembangkit berasal dari pembangkit EBT 100%. Selain roadmap NZE juga telah dibuat rencana retirement PLTU batubara yang diganti dengan pembangkit EBT. "Pengembangan EBT akan sangat tergantung pada sinergitas semua pihak, yaitu pemerintah, lembaga penelitian, universitas, dan pelaku industri. Tentunya peran dari generasi muda sangat membantu dalam pengembangan EBT kedepannya.” ujar Chrisnawan.
Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur mengatakan, perlu keterlibatan kita semua untuk mengendalikan perubahan iklim ini, dan generasi muda bisa jadi bagian dari kampanye pengendalian perubahan iklim. “Salah satu faktor penggerak yang paling efektif dalam mengatasi dampak perubahan iklim adalah generasi muda karena dampak tersebut akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sampai ketika mereka menjadi pemimpin di masa depan,” kata dia.
Hayat bilang, generasi muda merupakan pemimpin masa depan yang juga berfungsi sebagai agen perubahan. Pemahaman mereka akan masalah perubahan iklim sangat krusial bagi masa depan Indonesia. "Dengan meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai upaya mitigasi perubahan iklim melalui sektor energi terbarukan dapat menciptakan perubahan besar di masyarakat. Apalagi Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah," terangnya.
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI)-KLHK Sarwono Kusumaatmadja, hadirnya energi bersih adalah keharusan dalam membentuk peradaban baru. Proses peralihan energi bukanlah proses yang linear dan melibatkan berbagai variabel yang interaksinya masih di luar jangkauan nalar kita dewasa ini. "Secara alamiah, inilah ranah pemikiran dan karya generasi muda." terang dia.
Memang, saat ini pemerintah sedang mengembangkan beberapa pembangkit EBT, seperti PLTS Terapung Cirata, dan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan yang berkapasitas 510 MW dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon. Adapun potensi energi terbarukan di Indonesia total mencapai 417,8 Gigawatt (GW) dari arus laut, panas bumi, bioenergi, bayu, surya, dan air. Namun sayangnya, saat ini kita baru memanfaatkan energi terbarukan sekitar 10,4 GW (2,5%).
Krisis iklim merupakan salah satu tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini dan juga di masa depan. Dampak krisis iklim pun semakin dirasakan saat ini. Menurut Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dalam ikhtisar kondisi iklim tahun 2020 (state of climate in 2020) yang dikeluarkan oleh beberapa institusi internasional seperti NOAA, Met Office dan WMO, dinyatakan bahwa suhu global pada 2020 menempati peringkat kedua teratas sebagai tahun terpanas sejak zaman pra industri.
Sementara itu, Dosen FISIP Universitas Pattimura Pieter Jacob Pelupessy menilai, dari aspek sosial pengendalian iklim dapat dilakukan dengan membekali generasi muda melalui pendidikan untuk menguatkan pengetahuan dan perilaku serta cara bertindak. "Penguatan pada kelembagaan sosial, memanfaatkan potensi kearifan lokal pada sumber daya daya social, dapat memberikan solusi kelestarian lingkungan untuk keselamatan manusia. Pembentukan agen pembaharuan sosialisasi ancaman perubahan iklim merupakan energi sosial yang dapat menyumbang pada pembangunan berkelanjutan," ucap Pieter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News