Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) berhasil mencetak kinerja yang positif pada kuartal I 2021. Manajemen SGRO menyebut, pencapaian Sampoerna Agro di sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, tidak lepas dari dukungan faktor internal dan eksternal perusahaan.
Melansir laporan keuangan perseroan, emiten berkode saham SGRO ini mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk alias laba bersih sebesar Rp 209,10 miliar pada Kuartal I 2021. Sedangkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya, SGRO hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 423 juta.
Dari sisi penjualan, SGRO membukukan pertumbuhan sebesar 47,18% secara tahunan atau yoy dari semula Rp 903,87 miliar di Kuartal I 2020 naik menjadi Rp 1,33 triliun di periode yang sama tahun ini.
Head of Investor Relation Sampoerna Agro, Michael Kesuma berujar, industri komoditas yang merupakan faktor eksternal perusahaan, dinilainya sedang berada di area yang positif. Di mana harga rata-rata CPO terpantau terus berangsur membaik, sehingga ikut mendongkrak pendapatan SGRO di tiga bulan pertama tahun ini.
Dia bilang, ada sejumlah faktor yang menunjang naiknya harga rata-rata CPO di tahun ini. Salah satunya adalah demand CPO secara global yang mulai mengalami peningkatan seiring dengan pemulihan ekonomi di Indonesia maupun dunia.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) kantongi laba Rp 209,10 miliar pada kuartal I 2021
"Tapi di saat bersamaan juga pasokan itu cukup terbatas. Contohnya kalau kita lihat tingkat persediaan CPO di Malaysia itu berdasarkan laporan keterbukaan terakhir mereka, per akhir Maret 2021 itu berada sekitar 1,4 juta ton. Itu cukup signifikan di bawah periode yang sama tahun lalu, sekitar 16%-20% di bawah (realisasi tahun lalu)," ungkap Michael saat dihubungi Kontan.co.id pekan lalu.
Selain faktor eksternal yang mendukung SGRO untuk terus mendongkrak penjualan, pencapaian di Kuartal I tahun ini juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal perusahaan. Salah satunya adalah kegiatan intensifikasi yang terus dilakukan SGRO sejak beberapa tahun lalu. "Itu masih berjalan terus, dan hasilnya masih bisa terlihat," sambungnya.
Tak hanya itu, protokol kesehatan yang sigap dilakukan di area operasional juga membuat kegiatan produksi SGRO bisa tetap berjalan secara maksimal di tengah kondisi pandemi Covid-19.
"Tujuannya supaya kalau misal buah itu sudah nongol dan siap dipanen di pohon, di tanaman sawit kami, itu bisa segera dilakukan untuk pengiriman juga di pabrik untuk diproses. Supaya hasil kegiatan operasional itu maksimal," ujar Michael.
Seperti diketahui, kegiatan operasional di dalam industri kelapa sawit merupakan hal yang sangat penting. Di mana, hal itu akan berpengaruh terhadap volume produksi yang dihasilkan oleh perusahaan.
"Tapi yang namanya area operasional, itu kalau tidak ada yang panen di kebun, itu akan berdampak terhadap kegiatan volume. Maka dari itu, yang sangat kita perhatikan dalam menjalankan protokol kesehatan itu, terutama adalah memonitor dan memantau akses di sekitar perkebunan kami," jelasnya.
Michael mengatakan, komoditas utama SGRO, yaitu minyak kelapa sawit atau CPO mengalami lonjakan penjualan yang signifikan di Kuartal pertama tahun ini. Tercatat, penjualan CPO tumbuh sebesar 44% yoy, dari semula Rp 766 miliar di Kuartal I 2020 menjadi Rp 1,1 triliun di periode yang sama tahun 2021.
"Itu utamanya dipicu oleh volumenya yang meningkat dahsyat yaitu 37%. Jadi minyak sawit tentunya berdampak signifikan karena merupakan kontributor utama terhadap penjualan," sambungnya.
Di sisi lain, SGRO juga mencatatkan peningkatan penjualan pada komoditas lain, seperti inti sawit. Dia berujar, inti sawit menyumbang sebesar 12% dari total pendapatan di Kuartal I tahun ini. "Nilai penjualannya juga melonjak dahsyat sebesar 72% yoy, dari RP 93 miliar di tahun 2020, menjadi Rp 161 miliar kuartal pertama tahun 2021," jelas Michael.
Dikatakan Michael, meningkatnya harga rata-rata inti sawit sebesar 29%, menjadi penopang utama melejitnya penjualan komoditas tersebut di tiga bulan pertama tahun ini. Yang mana, saat ini produk substitusi dari inti sawit yaitu minyak kelapa sedang langka di pasaran, Kondisi tersebut membuat harga rata-rata inti sawit ikut melambung tinggi.
"Terimbas dari produk substitusinya yang namanya minyak kelapa, itu lebih susah lagi dicari di pasar sekarang. Karena salah satu eksportir terbesar itu dari Philipina, dan Philipina itu ternjadi angin topan di bulan Oktober-November, sehingga banyak sekali tanaman kelapa mereka yang rusak dan tidak bisa produksi. Sehingga sangat-sangat terbatas melebihi dari minyak sawit," kata dia.
Tak hanya itu, peningkatan penjualan SGRO juga dipicu oleh penjualan bibit unggul mereka dengan merek DP Sriwijaya. Dia bilang, penjualannya meningkat signifikan 165% yoy, dari semula Rp 15,6 miliar di Kuartal I 2020 menjadi Rp 41,4 miliar di kuartal pertama tahun ini. Hal itu membuat pangsa pasar SGRO masih menjadi kedua terbesar di Indonesia.
"Kalau itu kita gali lebih dalam, harganya meningkat secara tahunan sebesar 7%, dari Rp 7,928 per biji menjadi Rp 8, 520 per biji. Volumenya juga meningkat 146%, dari sekitar 2 juta biji menjadi 4,8 juta biji," jelas Michael.
Sejalan dengan meningkatnya penjualan dari berbagai komoditas, produksi tandan buah segar (TDS) SGRO pun turut melesat naik di Kuartal I tahun ini. Di mana, volumenya melonjak 35% yoy menjadi 496 ribu ton. Hal itu dipicu oleh dua fakor, yakni kegiatan intensifikasi dan juga faktor cuaca yang mendukung.
"Tahun ini faktor cuaca tidak bersahabatnya sudah tidak ada, maka dari itu, itu menjadi harapan manajemen bahwa produksi tahun ini akan baik untuk SGRO," terangnya.
Torehan positif di Kuartal I 2021 ini tidak serta merta membuat SGRO Lengah. Michael menilai, dampak dari pandemi sebenarnya masih akan dirasakan oleh perseroan. Maka dari itu, SGRO berupaya untuk terus melakukan kontrol secara ketat agar kinerja operasionalnya bisa terus berjalan dengan maksimal hingga di penghujung tahun nanti.
"Kami kontrol secara ketat supaya hasil kinerja operasional kami, yang sudah kita lakukan dari periode-periode sebelumnya, yang namanya usaha sawit kan long term ya, gak bisa contohnya kita bangun pabrik langsung seketika produksi kita meningkat. Itu semua berjalan secara progresif. Kita upayakan supaya hasil operasional bisa maksimal dan optimal. Maka dari itu, protokol kesehatan itu sangat penting untuk kita terapkan," tutup Michael.
Selanjutnya: Sampoerna Agro (SGRO) mampu pertahankan kinerja di tengah tantangan curah hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News