kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Charoen bantah harga jual DOC layer mahal


Selasa, 07 Februari 2017 / 12:01 WIB
Charoen bantah harga jual DOC layer mahal


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Keluhan para pembibit ayam petelur terkait mahalnya harga bibit ayam atau day old chicken (DOC) layer yang mencapai Rp 8.000 per ekor dibantah pelaku industri unggas.

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) mengaku, menjual DOC layer lebih murah dari harga yang disampaikan peternak layer, yakni hanya Rp 6.750 per ekor. Harga tersebut dinilai sudah sesuai dengan harga ideal yang diharapkan pemerintah.

GM Marketing DOC CPIN Theresia menegaskan, pihaknya tidak menjual DOC layer seperti yang diklaim para peternak layer. "Saat ini produksi DOC layer kami jauh lebih sedikit dari broiler. Untuk di Jawa Barat, harga DOC layer Rp 6.750 per ekor," ujarnya, Selasa (7/2).

Koordinator Forum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar mengatakan, harga bibit ayam petelur atau layer melonjak drastis dalam beberapa bulan terakhir. Saat ini, rata-rata harga DOC layer senilai Rp 8.000 per ekor. Harga tersebut jauh di atas harga normal yakni sebesar Rp 5.000-Rp 6.000 per ekor.

Kenaikan harga DOC layer ini sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir dan belum pernah turun lagi. Kondisi ini membuat peternak ayam petelur mengeluh karena pada waktu bersamaan harga telur jatuh mencapai rata-rata Rp 14.800 per kg hingga Rp 16.500 per kg.'

Padahal idealnya harga telur di tingkat peternak sebesar Rp 17.449 per kg dengan perhitungan harga jagung Rp 3.250 per kg, dengan harga ideal DOC Rp 5.000 per ekor. Namun fakta di lapangan harga jagung malah rata-rata Rp 4.000 per kg, dan harga DOC layaer Rp 8.000 per kg. Maka dengan kondisi seperti ini, idealnya harga telur ditingkat peternak sebesar Rp 19.280 per kg.

"Karena kondisi yang seperti ini, maka bisnis dan keuangan peternak layer hancur lebur," ujarnya.

Musbar menjelaskan, hancurnya harga telur ayam disebabkan tingginya impor telur olahan dari consumer goods. Ia memperkirakan rata-rata niai impor telur olahan mencapai US$ 2 juta per bulan. Impor telur ini berbanding terbalik dengan kondisi peternak dalam negeri yang sudah mampu mencukupi kebutuhan telur dan daging ayam. Namun, pemerintah justru membuka pintu impor telur olahan dari China.

Ia bilang, seharusnya, Kementerian Pertanian (Kemtan) juga berani menutup pintu impor telur olahan seperti halnya dilakukan pada penghentikan impor jagung dari luar negeri. Sebab bila harga telur ayam jatuh terus, maka peternak juga akan membatasi pembelian jagung petani yang sudah mulai memasuki panen raya pada bulan ini.

Musbar mendesak Kemtan dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) memiliki grand desain bersama dalam hal pengelolaan produk peternakan seperti telur dan jagung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×