Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengatakan bahwa batubara kalori rendah memiliki struktur yang cocok untuk digunakan dalam hilirisasi batubara menjadi Dimetyl Eter (DME) sebagai substitusi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan ada beberapa alasan yang mendukung penggunaan batubara kalori rendah sebagai bahan baku DME.
Yang pertama, adalah terkait data cadangan batubara kalori rendah di Indonesia yang lebih tinggi daripada cadangan batubara kalori tinggi.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM (2023) dan BP Statistical Review of World Energy (2023), persentase cadangan batubara kualitas rendah atau low rank coal berupa Lignite & Sub-Bituminous, kalori kurang dari 5,100 kcal/kg (adb) adalah sekitar 25,22 miliar ton atau sekitar 65% dari total cadangan batubara Indonesia yang sekitar 38,8 miliar ton.
"Cadangan batubara kualitas tersebut terutama terdapat di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Sehingga, dari sisi produksi, volume produksi batubara low rank coal sekitar 534,4 juta ton pada tahun 2024," ungkap Fathul, Selasa (11/03).
Alasan lain ungkap Fathul berhubungan dengan minat importir terhadap batubara rendah kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan minat terhadap batubara kalori tinggi.
Baca Juga: Cadangan Batubara Kalori Rendah Melimpah untuk Proyek Gasifikasi
"Batubara Indonesia untuk kulalitas rendah untuk kalori 4.000 GAR (gross as received) ke bawah memang kurang diminati oleh pasar ekspor, karena kandungan air (total moisture) dan kandungan abu (ash content) yang tinggi sehingga efisiensi pembakaran di PLTU dan pengangkutan menjadi rendah," tambah Fathul.
Karena alasan ini jugalah, Fathul mengatakan desain PLTU di luar negeri rata-rata membutuhkan batubara kalori 4.200 GAR ke atas, karena lebih efisien, selain lebih rendah emisi CO?. Sehingga berkurang pula polutan seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx), yang merupakan polutan udara utama.
Meski begitu, batubara low rank coal atau LRC masih memiliki pasarnya tersendiri terutama dari negara India yang menggunakan LRC indonesia untuk blending, dikarenakan kualitas batubara domestik India yang high ash content.
"Ini juga terjadi di negara Asia Selatan lainnya seperti Bangladesh dan Sri Langka, serta ASEAN seperti Vietnam yang menggunakan LRC untuk PLTU-nya," ungkap dia.
Lebih lanjut, terkait dengan rencana pemerintah untuk menggunakan low rank coal untuk proyek DME, Aspebindo sangat mengapresiasi, sehingga batubara jenis ini di Indonesia dapat dimanfaatkan.
"Namun, pemerintah perlu cermat dalam menghitung keekonomian proyek DME tersebut, mengingat fasilitas pengolahan DME merupakan proyek capital dan energi intensif," tutupnya.
Baca Juga: Harga Batubara Kalori Rendah Turun, IMA: Bisa Berdampak ke Penghentian Operasional
Selanjutnya: Kinerja IHSG Terburuk Ketiga di Dunia, Pasar Cermati Personel Lengkap Danantara
Menarik Dibaca: Ini Tips Liburan Hemat Saat Lebaran ala Tiket.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News