Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan batubara kalori rendah dalam negeri yang melimpah, dinilai akan mendukung proyek gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi dari Liquefied Petroleum Gas (LPG) di masa pemerintahan Presiden Prabowo.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy mengatakan dibandingkan dengan batubara kalori tinggi, Indonesia memiliki sumberdaya dan cadangan batubara kalori rendah yang sangat melimpah.
"Dengan total cadangan batubara nasional dikisaran 33 miliar ton, cadangan batubara kalori rendahnya masih di atas 10 miliar ton," ungkap Sudirman saat dihubungi Sabtu (08/03).
Pemanfaatan ini menurut Sudirman merupakan salah satu strategi yang tepat untuk dilakukan guna mengurangi ketergantungan impor LPG Indonesia yang menyebabkan tersedotnya devisa negara.
Asal tahu saja, konsumsi LPG Indonesia, khususnya LPG 3 KG akan mengalami peningkatan hingga 8,17 juta ton sepanjang tahun 2025.
Baca Juga: DME sebagai Pengganti LPG: Solusi Energi atau Beban Fiskal?
Di tahun 2024, Indonesia tercatat telah mengeluarkan dana sebesar Rp 63,5 triliun sepanjang 2024 untuk mengimpor 8 juta ton LPG.
Lebih detail, Sudirman bilang jika tidak ingin bergantung pada asing, iklim investasi dalam negeri juga harus menjadi perhatian pemerintah.
"Misalnya memberi intensif tertentu kepada perusahaan tambang batubara yang bersedia produksi batubara kalori rendahnya diproses untuk proyek DME," ungkap dia.
Selain di hulu, pemerintah juga harus bisa memastikan harga jual gas DME agar dapat memberikan keuntungan kepada proyek, mengingat saat ini offaker dari produk DME masih terbatas hanya di Pertamina.
"Sehingga kalau nanti dianggap harga jual diawal masih mahal guna menutupi capital expenditure yang besar untuk investasi awal project, maka pemerintah juga harus memikirkan kemungkinan subsidi untuk pembelian product DME tersebut oleh Pertamina," jelas dia.
Adapun, terkait penggunaan batubara kalori rendah Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan jenis batubara ini akan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan DME.
Anggota pemangku kepentingan DEN Agus Puji Prasetyono mengatakan, batubara dengan kalori rendah umumnya tidak masuk dalam skala ekspor sehingga akan dimanfaatkan maksimal di dalam negeri.
"Yang digunakan (DME) adalah batubara terutama yang berkalori rendah. Saya kira cadangan kita cukup melimpah, ini bisa digunakan untuk solusi swasembada energi kita," kata Agus saat dikonfirmasi, Minggu (09/03).
"Iya, yang diekspor biasanya yang kalori tinggi sekitar 4000-6000 Gross Air Received (GAR)," tambahnya.
Agus juga menambahkan, menurut dia penggunaan DME tidak akan membuat Indonesia makin tergantung dengan sumber energi fosil seperti emas hitam ini.
Dia menjelaskan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) pemerintah sudah memutuskan untuk mengurangi emisi CO2 namun tidak meninggalkan batubara 100%.
"Dalam (RPP) KEN target kita utamanya adalah menurunkan emisi gas CO2. Tapi bukan berarti kita harus meninggalkan fosil. Karena dengan kemajuan teknologi, kita bisa memanfaatkan energi fosil menjadi energi yang bebas emisi," jelasnya.
Baca Juga: Hilirisasi Batubara untuk DME: Peluang atau Beban bagi Keuangan Negara?
Selanjutnya: Laba Naik 282% ke Rp 99,4 Miliar, Remala Abadi (DATA) Ekspansi ke Bandung dan CIrebon
Menarik Dibaca: 14 Ramuan untuk Menurunkan Kolesterol Tinggi secara Alami
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News