Reporter: Raymond Reynaldi |
KENDAL. Industri jamu memasuki babak baru dalam perjalanannya, seiring keputusan pemerintah mengembangkan uji ilmiah jamu berbasis pelayanan kesehatan.
Tujuannya adalah untuk memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris, sehingga baik masyarakat maupun dokter menjadi yakin memanfaatkan jamu sebagai pengobatan resmi.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu) Charles Saerang meyakinkan, saintifikasi produk jamu ini bukan untuk menggeser pasar obat farmasi, melainkan membuka peluang pasar baru industri pengobatan nasional.
Tahun lalu, berdasarkan data GP Jamu nilai penjualan industri farmasi senilai Rp 34 triliun dan industri jamu Rp 8,2 triliun.
Bahkan, kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, saintifikasi berguna untuk menempatkan industri jamu sebagai tuan rumah di negeri sendiri. "Dalam waktu dekat akan keluar Permenkes yang mengatur saintifikasi, sertifikasi dokter, dan distribusi jamu yang lolos saintifikasi," kata Menkes, pada Seminar dan Pameran Saintifikasi Jamu, Rabu (6/1).
Menkes mengatakan, pemerintah akan mengajak para stake holder, seperti GP Jamu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan akademisi, serta masyarakat dalam pengujian ilmiah jamu tersebut. "Nanti dana penelitiannya ditanggung renteng antara pemerintah, pemkab dan industri," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News