kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Belajar dari AS, Pertek Jadi Instrumen Lindungi Industri Baja


Sabtu, 24 Mei 2025 / 18:57 WIB
Belajar dari AS, Pertek Jadi Instrumen Lindungi Industri Baja
ILUSTRASI. Pekerja memeriksa baja lapis seng milik PT. AM/NS yang akan di ekspor ke Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (30/4/2025). PT. AM/NS Indonesia melepas ekspor sebanyak 10.000 ton produk baja lapis seng (Galvanize) ke pasar Amerika Serikat dengan nilai ekspor pengiriman mencapai sekitar 10 juta dolar Amerika Serikat. Saat ini, Amerika Serikat dan Kanada menjadi pasar ekspor utama bagi produk galvanize PT AM/NS Indonesia. Perusahaan menargetkan ekspor ke AS sebesar 5.000 - 6.000 ton per bulan, dan ekspor ke Kanada sekitar 3.000 - 4.000 ton per kuartal. Selain memperkuat pasar utama, PT AM/NS Indonesia juga berencana memperluas akses ke pasar Eropa, Malaysia, dan Australia. KONTAN/Muradi/2025/04/30


Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat kembali mempertegas arah kebijakan proteksionisnya di sektor baja. Dalam lanjutan kebijakan tarif impor era Presiden Donald Trump, AS resmi memperluas cakupan pembatasan impor baja lewat “Tarif Trump Jilid Kedua” yang diumumkan pada 2 April 2025. 

Hampir seluruh produk baja impor kini dikenakan tarif sebesar 25%, tanpa kecuali. Kebijakan ini diberlakukan dalam bingkai Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962, dengan alasan perlindungan terhadap keamanan nasional.

Meski terlihat keras, AS tetap membuka ruang seleksi melalui Product Exclusion Process mekanisme administratif yang memungkinkan tarif dikecualikan bila produk baja tertentu tidak tersedia dari produsen lokal. Dengan demikian, tarif dijadikan alat seleksi, bukan sekadar penghalang impor.

“Pada intinya, ini mirip dengan skema Persetujuan Teknis (Pertek) di Indonesia, Pertek itu ibarat Pertek rasa Indonesia, sedangkan Product Exclusion itu Pertek rasa USA ” ujar Widodo Setiadharmaji, Tenaga Ahli Industri sekaligus pengamat industri baja dan pertambangan dalam keterangannya, Sabtu (26/5).

Baca Juga: Ikut Kena Dampak Tarif, Ini Prospek Baja dan Aluminium di Industri

Indonesia selama ini mengendalikan impor baja melalui Pertek yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian. Berbeda dengan pendekatan fiskal AS, Pertek bersifat administratif. Setiap importir wajib mengajukan permohonan lengkap terkait spesifikasi barang, justifikasi kebutuhan, serta peruntukannya.

“Kalau AS pakai pendekatan ‘kena tarif dulu, kecuali nanti’, Indonesia justru ‘minta izin dulu, baru boleh impor’,” ujar Widodo.

Meski sistem dan instrumennya berbeda, kedua negara mengacu pada prinsip yang sama: melindungi industri dalam negeri dari tekanan impor yang tidak perlu, dengan tetap memberi ruang bila kebutuhan pasar tidak bisa dipenuhi lokal.

Baca Juga: Inggris Tutup Pabrik Baja, Indonesia Harus Waspada!

Dalam forum perdagangan global, pendekatan Indonesia bahkan dinilai lebih selaras dengan prinsip WTO. Hingga saat ini, tidak satu pun negara menggugat Pertek secara formal di WTO. Kritik memang sempat muncul, terutama terkait transparansi dan kecepatan proses, namun diselesaikan lewat konsultasi terbuka.

Sebaliknya, kebijakan tarif AS berdasarkan Section 232 pernah dinyatakan melanggar ketentuan WTO dalam kasus WT/DS544/R (China vs. US). WTO menilai alasan keamanan nasional tidak cukup relevan dan proporsional.

Di dalam negeri, arahan Presiden Prabowo untuk menyederhanakan regulasi impor baja termasuk penataan Pertek menjadi sorotan penting. Kebijakan ini kini diarahkan langsung dari pusat melalui Keputusan Presiden (Keppres), menandai pendekatan yang lebih strategis dan terpusat.

Namun, Widodo mengingatkan, tantangan ke depan terletak pada efisiensi kelembagaan. “Berbeda dengan AS yang hanya memproses pengecualian tertentu, sistem kita meminta importir mengajukan izin setiap kali akan impor. Ini perlu sistem pendukung yang kuat agar tidak mengganggu produksi nasional,” ujarnya.

Bagi Widodo, keterlibatan negara dalam pengendalian impor adalah keniscayaan untuk menjaga daya saing industri nasional. “AS saja menggunakan Pertek rasa USA, masa kita sendiri malah ragu pada mekanisme yang kita bangun?” katanya menutup.

Baca Juga: Prospek Emiten Baja Terancam Meredup Akibat Ancaman Impor Baja Murah

Selanjutnya: UMK Academy Pertamina Dukung Narita Shibori Wujudkan Fesyen Nuansa Tradisi & Empati

Menarik Dibaca: 5 Bagian Tubuh Pria Ini Wajib Disentuh Saat Berhubungan Seksual Agar Makin Intim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×