Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah imbas pandemi Covid-19, industri pengolahan kakao mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap devisa. Hal ini tercermin dari capaian nilai ekspor produk kakao olahan sebesar US$ 549 juta pada Januari - Juni 2020 atau meningkat sebesar 5,13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Dari produksi industri pengolahan kakao, sebanyak 80% hasilnya ditujukan untuk pasar ekspor. Pada tahun 2019, produk kakao olahan menyumbang nilai ekspor lebih dari US$ 1,01 miliar," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Peresmian Pasuruan Cocoa Technical Centre Mondelez seperti dalam keterangan resminya, Kamis (8/10).
Baca Juga: Transaksi naik 25% hingga kuartal III, BBJ sebut kopi jadi primadona
Menperin menyebutkan, saat ini industri pengolahan kakao telah mampu memproduksi beragam varian, seperti cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder.
Produk kakao olahan yang utama diekspor adalah produk cocoa butter yang tersebar ke negara tujuan utama ekspor seperti Amerika Serikat, Belanda, India, Estonia, Jerman dan China.
"Artinya, industri pengolahan kakao kita telah berorientasi ekspor. Untuk itu, kita perlu terus memacu kinerja dan pengembangannya agar bisa semakin kompetitif di kancah global. Kami juga berupaya memperluas akses pasar bagi produk olahan kakao, serta mendorong inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kegiatan riset," paparnya.
Agus optimistis, industri pengolahan kakao di tanah air bisa berkembang baik karena didukung potensi Indonesia sebagai pengolah biji kakao nomor tiga di dunia dengan total kapasitas terpasang mencapai 800 ribu ton per tahun dari 13 perusahaan.
"Industri pengolahan kakao Indonesia berada di peringkat ke-3 terbesar di dunia setelah Belanda dan Pantai Gading," ungkapnya.
Potensi lainnya, menurut laporan International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2018/2019, produksi biji kakao Indonesia sebesar 220 ribu ton.
Capaian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-6 sebagai negara produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Equador, Nigeria dan Kamerun.
Dengan karakteristik biji kakao asal Indonesia yang memiliki titik leleh tinggi dan kaya kandungan lemak, industri pengolahan kakao dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi dari segi rasa, aroma, bahkan manfaat kesehatan.
“Untuk itu, perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas bahan baku secara intensif, antara lain lewat pendampingan dari para ahli budidaya kakao,” ujar Menperin.
Karena itu, Kemenperin menyambut baik dengan didirikannya Cocoa Technical Centre oleh Mondelez International di Pasuruan, Jawa Timur dengan luas 5 hektar dan nilai investasi mencapai US$ 13 juta. "Kami juga memberikan apresiasi bahwa sejak tahun 2013 PT Mondelez telah berperan aktif melalui program cocoa life yang telah memberdayakan lebih dari 43.000 petani kakao di 4 provinsi (8 kabupaten) di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas kakao," imbuhnya.
Menperin berharap, kehadiran Cocoa Technical Centre Mondelez Internasional yang ke12 di dunia ini dapat dijadikan momentum untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi pertanian kakao yang inovatif, efektif dan ramah lingkungan sehingga produktivitas dan kualitas kakao Indonesia meningkat.
"Sebagai salah satu perusahaan pengguna kakao terbesar dunia, tentunya kepedulian terhadap keberlangsungan tanaman kakao manjadi hal yang utama untuk menciptakan sektor kakao yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan," ujar Menperin.
Baca Juga: Meningkatkan kualitas kakao dengan pelindung sarung
Executive Vice President dan President Asia, Middle East and Africa Mondelez International Maurizio Brusadelli mengungkapkan, keberlanjutan pasokan kakao merupakan kunci pertumbuhan jangka panjang bagi Mondelez International di kawasan Asia serta di seluruh dunia.
“Kakao merupakan bahan utama cokelat yang permintaannya terus meningkat, Mondelez International bertekad untuk dapat memenuhi permintaan konsumen tersebut dengan cara yang tepat, yaitu dengan berkontribusi menciptakan sektor kakao yang berkelanjutan," ungkapnya.
Ia menambahkan, para konsumen juga makin memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap produk makanan yang dikonsumsi.
"Masyarakat menginginkan makanan kecil yang lezat dan rasa nyaman mengonsumsinya dengan mengetahui dari mana bahan bakunya diperoleh dan diproduksi dengan cara yang berdampak lebih baik pada lingkungan dan komunitas," pungkas Maurizio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News