Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Rivalitas Indonesia dan lima negara lainnya di kawasan Asia Tenggara tak hanya terjadi di gelanggang olahraga SEA Games, melainkan juga sektor bisnis dan industri properti. Hal ini terungkap dalam paparan Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, Todd Lauchlan, mengenai ASEAN Economic Overview pada RICS ASEAN Real Estate and Infrastructure Summit di Jakarta, Selasa (25/2).
Todd mengatakan, berdasarkan kondisi aktual saat ini, Indonesia muncul sebagai pesaing serius bagi Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Bahkan, untuk pertumbuhan harga sewa properti komersial, Indonesia jauh melampaui keempatnya.
Indonesia, yang diwakili Jakarta, mencatat pertumbuhan harga sewa 16% secara tahunan pada kuartal IV 2013 sampai kuartal IV 2014. Sementara itu, Singapura hanya 3% dan Bangkok 6%.
"Indonesia muncul sebagai pasar yang paling dinamis dan menjanjikan. Secara umum, pertumbuhan pasar properti semua lini juga terus meningkat dari tahun ke tahun," ujar Todd.
Mengutip APREA, Pramerica Real Estate Investors, Indonesia menguasai porsi 0,7 persen atau US$ 189 miliar dari total pasar properti global senilai US$ 26.559 miliar pada 2011. Sementara itu, Filipina hanya menguasai porsi 0.2% atau US$ 48 miliar.
Porsi tersebut diprediksi melonjak pada 2021 mendatang, yaitu sebesar 1,5% menjadi US$ 752 miliar dari total US$ 48.723 miliar. Angka ini tak hanya menekuk Filipina, tetapi juga Thailand, Malaysia, Vietnam, bahkan melampaui Singapura yang hanya mampu mencatat pertumbuhan sebesar 1,1% atau US$ 548 miliar.
Angka lebih tinggi juga akan dicetak pada satu dekade berikutnya, yang meroket 2,1% menjadi US$ 1.967 miliar dari total pertumbuhan global senilai US$ 92.065 miliar.
Menurut Todd, fundamental pasar properti Indonesia saat ini dalam kondisi sangat baik dan memungkinkan untuk terus tumbuh. Hal ini terlihat dari tingkat permintaan, pasokan dan harga sewa properti komersial perkantoran yang menunjukkan kurva positif.
"Pertumbuhan ekonomi, kenaikan jumlah kelas menengah dan pendapatan per kapita akan membuat daya saing Indonesia lebih tinggi dan diperhitungkan," ujar Todd.
Kondisi tersebut menstimulasi terjadinya arus modal dari Singapura dan Hongkong. Mereka menjadikan Jakarta sebagai lahan garapan.
"Kendati terjadi perlambatan pada awal tahun 2014, hanya sementara. Setelah Pemilihan Umum, permintaan akan menguat. Ini sama seperti Pemilihan Umum 2004-2009, di mana net take up mengalami pemulihan setelah terpilihnya Presiden," tandas Todd. (Hilda B Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News