kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.806.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.564   1,00   0,01%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Dorong Daya Saing Industri, Pemerintah Perlu Kebijakan yang Lebih Komprehensif


Rabu, 09 Agustus 2023 / 14:38 WIB
Dorong Daya Saing Industri, Pemerintah Perlu Kebijakan yang Lebih Komprehensif
ILUSTRASI. Pekerja melakukan tahap pengemasan botol kaca di pabrik PT Kangar Consolidated Indonesia (KCI), Jakarta, Rabu (8/2). KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan harga gas khusus industri dinilai hanya satu dari banyak faktor dalam mendorong daya saing industri.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, upaya untuk mendorong daya saing industri perlu memperhatikan faktor lainnya. Untuk itu, dibutuhkan pengambilan kebijakan yang komprehensif.

Menurutnya, selain harga gas, ada sejumlah faktor lain seperti perizinan, bahan baku, keterampilan tenaga kerja hingga teknologi.

"Kalau bicara daya saing, harga gas ini hanya salah satu faktor. Karena daya saing itu dibentuk oleh puluhan faktor," ungkap Komaidi dalam Energy Corner, Selasa (8/8).

Baca Juga: Pelaku Usaha Minta Pemerintah Pertahankan Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu

Komaidi melanjutkan, kebijakan untuk mendorong industri tidak bisa hanya terpaku pada menciptakan harga gas murah. Di sisi lain, kebijakan harga gas murah jika dilakukan secara tidak tepat berpotensi mempengaruhi iklim investasi sektor migas.

Menurut catatan Reforminer Institute, kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar US$ 6 per MMBTU belum memberikan dampak yang optimal. Salah satunya terkait serapan gas industri yang belum memenuhi alokasi yang ditetapkan.

"Ada beberapa catatan dari studi yang kami lakukan, selama implementasi harga gas khusus paling tidak selama 3 tahun terakhir itu serapannya selalu di bawah alokasi," sambung Komaidi. 

Menurutnya, dalam kebijakan harga gas khusus ini, pemerintah harus rela kehilangan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 30 triliun dalam tiga tahun.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Elan Biantoro mengungkapkan, perlu ada kebijakan yang komprehensif dengan memperhatikan seluruh pihak.

Baca Juga: Hingga Juni 2023, Produksi Migas Pertamina Hulu Energi (PHE) Naik 8%

"Ini memang akan multi sektoral pembahasannya dari hulu sampai ke pembeli. Perlu ada koordinasi yang baik yang itu semuanya adalah otoritas pemerintah yang harus mengkoordinirnya," ungkap Elan.

Elan melanjutkan, rencana perluasan industri penerima manfaat harga gas bumi khusus perlu dilakukan secara bertahap. Ini guna menghindari persoalan di kemudian hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU

[X]
×