Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Inalum resmi membentuk lembaga riset dan inovasi, institut industri tambang dan mineral atau Mining and Minerals Industry Institute (MMII) pada Jumat (1/2). Pembentukan MMII ini sebagai salah satu upaya mempercepat pengembangan hilirisasi sektor pertambangan sehingga pengelolaan sumber daya alam Indonesia dapat menciptakan nilai tambah.
Selanjutnya MMII menjadi lembaga yang berfungsi untuk mendukung Inalum dan seluruh pemangku kepentingan di industri pertambangan dan mineral untuk mengembangkan teknologi, meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, dan menyusun rekomendasi kebijakan pengelolaan pertambangan dan industri nasional yang berkelanjutan.
MMII memiliki visi untuk menjadi lembaga penelitian dan pengembangan yang berpengaruh dan terdepan di dunia di bidang pertambangan, industri berbasis mineral dan energi.
Guna mencapai visi tersebut, MMII akan berperan dalam membantu pemerintah menyusun kebijakan pengelolaan pertambangan dan industri yang berkelanjutan, melakukan riset dan inovasi pertambangan dan industri dengan mengedepankan penggunaan energi bersih, efisien dan berbiaya murah, dan meningkatkan kapabilitas, pengetahuan dan keahlian SDM tambang dan industri.
Direktur Utama Inalum Budi G. Sadikin, mengatakan MMII diharapkan dapat membantu mendorong dan mempercepat hilirisasi melalui sinergi dengan universitas dan lembaga riset baik di dalam maupun di luar negeri sehingga sektor tambang dan industri dapat memberikan nilai tambah dan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
"MMII juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di dunia pertambangan sehingga dapat mengelola industri tambang dengan lebih baik dan ramah lingkungan,” katanya.
Pada tahun ini, Inalum akan fokus pada pengerjaan empat proyek hilirisasi yang terdiri dari pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat dan pembangunan pengolahan batubara menjadi gas dan produk turunan lainnya yang akan dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk di Riau.
Selain itu pembangunan smelter tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.
"Saya berharap pengalaman dan pengetahuan saya dapat bermanfaat bagi MMII untuk dapat mewujudkan masa depan pertambangan dan industri yang berkelanjutan, dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Ketua Dewan Penasihat MMII Subroto, Jumat (1/2).
Dalam kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara INALUM melalu MMII dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian ESDM tentang Kerja Sama Penelitian, Pengembangan, dan Pemanfaatan Teknologi di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral dan antara MMII dengan Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Universitas Cendrawasih (Uncen) tentang Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan di Bidang Pertambangan, Industri, dan Energi.
Selain itu, sekarang MMII juga memiliki kerja sama dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology Energy Initiatives (MITEI). Kolaborasi ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pengembangan teknologi energi rendah karbon dan pertambangan yang berkelanjutan. Kolaborasi dengan MITEI akan membantu Inalum mengembangkan proyek pertambangan dan industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sampai dengan Juni 2018, Inalum membukukan Pendapatan Konsolidasi sebesar Rp 30.1 triliun, tumbuh 59% dari tahun lalu. EBITDA Konsolidasi mencapai Rp 9.2 triliun, tumbuh 92% dari tahun lalu. Laba Bersih Konsolidasi mencapai Rp 5.3 triliun tumbuh 174% dari tahun 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News